Tanya Jawab



Silahkan mengirimkan pertanyaan yang berhubungan dengan agama Islam melalui google form berikut ini. Apabila kami mendapati jawabannya maka insya Allah kami akan menampilkan jawabannya di rubrik Tanya Jawab ini. Kerahasiaan penanya akan dijaga biidznillahi ta'ala

Pertanyaan Keutamaan Qurban


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Hari raya 'Ied 10 Dzulhjjah telah berlalu, dan menyisakan pertanyaan ketika khatib berkhutbah lalu menyampaikan beberapa keutaman tentang qurban,

setelah saya browsing ternyata ada juga yang membuat artikel yang isinya hampir serupa dengan beberapa yang disampaikan oleh khatib di lapangan ketika itu.

Saya jadi bertanya-tanya apakah ini shahih atau tidak???, karena saya tidak pernah mendengar sebelumnya dari ustadz-ustadz yang berfahaman salafush shalih.


yaitu tentang riwayat beberapa ini........mohon pencerahannya. jazaakumullaahukhairan


Keutamaan kurban


Adapun keutamaan menyembelih hewan qurban sebagai berikut:

Pertama, setiap helai (bulu) diperoleh kebajikan, begitu juga dengan darah dan tanduknya. Rasulullah saw bersabda: “Sembelihlah qurban itu dan senangkanlah hatimu karena tidak ada seorang muslimpun yang mengharapkan binatang sembelihannya, melainkan darah binatang, tanduk dan bulunya merupakan kebajikan yang diletakkan pada timbangannya di hari kiamat.” (HR. Baihaki dari Aisyah ra);


Kedua, amalan yang paling disukai Allah swt sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tidak ada suatu amalan anak Adam di hari nahar yang paling disukai Allah selain dari menyembelih kurban. Kurban itu pada hari kiamat akan datang dengan segala anggotanya, yaitu bulunya, kukunya dan tanduknya. Darahnya sebelum jatuh ke bumi lebih dulu jatuh ke suatu tempat yang telah disediakan Allah, karena itu bergembiralah dirimu dengan kurban itu.” (HR. Turmidzi dan Ibn Majah dari Aisyah ra);


Ketiga, menghapuskan dosa yang lalu, Rasulullah saw bersabda: “Hai Aisyah berikanlah qurbanmu dan saksikanlah,Sesungguhnya Allah akan menghapuskan semua dosamu yang telah lalu melalui tetesan darah kurban pertama kalinya. Aisyah berkata; Apakah itu khusus untuk kita atau untuk orang beriman semuanya. Rasul menjawab untuk kita dan untuk orang beriman umumnya.” (HR. Baihaki dari Aisyah ra).


Keempat, menyelamatkan seseorang dari kejahatan dunia dan akhirat. Rasulullah saw bersanbda: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya qurban itu termasuk amal yang menyelamatkan kamu dari kejahatan di dunia dan akhirat;


Kelima, menjadi kenderaan di akhirat, Allah berfirman: “Pada hari itu Kami giring orang-orang yang bertakwa dengan kenderaan.” Rasulullah saw juga menegaskan: “Perbesarlah qurban kamu karena kurban itu akan menjadi kenderaanmu melewati shiratal mustaqim.”


Keenam, dimintakan ampun kepadanya oleh para malaikat. Saidina Ali pernah mengatakan: “Barang siapa keluar dari rumahnya untuk membeli hewan kurban, maka tiap langkahnya mendapat sepuluh kebaikan dan dihapuskan kejahatan serta diangkat derajatnya sepuluh kali. Tawar menawar harganya adalah tasbih dan harga dari hewan itu untuk setiap dirham mendapat tujuh ratus kebaikan. Dan jika diletakkan di atas tanah untuk dipotong semua makhluk sekitarnya memohon ampun untuk pemiliknya yang berkurban dan setiap tetesan darah diciptakan Allah sepuluh malaikat untuk memohonkan ampun untuknya sampai hari kiamat dan daging yang dibagi bagikan sama nilainya dengan memerdekakan hamba” 


Jawaban Redaksi


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته


Berikut ini beberapa penjelasan singkat mengenai sebagian riwayat yang ditanyakan


Pertama:



مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا.


Tidak ada suatu amalan anak Adam di hari nahar yang paling disukai Allah selain dari menyembelih kurban. Kurban itu pada hari kiamat akan datang dengan segala anggotanya, yaitu bulunya, kukunya dan tanduknya. Darahnya sebelum jatuh ke bumi lebih dulu jatuh ke suatu tempat yang telah disediakan Allah, karena itu bergembiralah dirimu dengan kurban itu.


Hadits ini dikeluarkan oleh imam At-Tirmidzi, Abwabul Adhahi, bab Ma Jaa a fi Babil Udhiyah no.1493 dan dikeluarkan oleh imam Ibnu Majah Kitab Al-Adhohi, bab Tsawab Al-Udhiyah no.3126 . Hadits ini dihukumi lemah oleh syaikh Al-Albani, lih. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhoifah wal Maudhu'ah 2/14 no.526 dan Dhoif At-Targhib wa At-Tarhib 1/170 no.671



Kedua:

Kami tidak mendapati riwayat yang pas sekali dengan yang ditanyakan, tapi kami mendapati yang mirip dengannya.


يَا فَاطِمَةُ قَوْمِي إِلَى أُضْحِيَّتِكَ فَاشْهَدِيهَا فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ عِنْدَ أَوَّلِ قَطْرَةٍ تَقْطُرُ مِنْ دَمِهَا كُلُّ ذَنْبٍ عَمِلْتِيهِ وَقُولِي: إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهُ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ " قَالَ عِمْرَانُ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا لَكَ وَلِأَهْلِ بَيْتِكِ خَاصَّةً .... أَمْ لِلْمُسْلِمِينَ عَامَّةً؟ قَالَ: «لَا بَلْ لِلْمُسْلِمِينَ عَامَّةً»


“Hai Fatimah berdirilah kepada qurbanmu dan saksikanlah,Sesungguhnya Allah akan menghapuskan semua dosamu yang telah lalu melalui tetesan darah kurban pertama kalinya. Dan ucapkanlah: inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin, la syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Imran berkata; wahai Rasulullah Apakah itu khusus untuk keluarga anda dan keluarga atau untuk seluruh kaum Muslimin. Rasul menjawab: untuk untuk kaum Muslimin secara umum.


Hadits ini diantara yang mengeluarkannya adalah imam Al-Hakim dalam mustadraknya kitab Al-Adhohi no.7524 . Hadits ini dihukumi Mungkar oleh syaikh Al-Albani lih. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhoifah wal Maudhu'ah 2/15 no.528


Ketiga:

Berikut ini matan dari riwayat yang ditanyakan:

عظموا ضحاياكم فإنها على الصراط مطاياكم

 

Besarkanlah hewan-hewan qurban kalian, karena sesungguhnya hewan itu akan menjadi tumpangan kalian di shirath “

 

Riwayat ini tidak ada sanadnya, Ibnu Shalah berkata: hadits ini tidak dikenal dan tidak ada. Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah wa Al-Maudhu'ah oleh Al-Albani 1/173

 

Ada juga riwayat yang lafadznya lain:

استفرهوا ضحاياكم  فإنها مطاياكم على الصراط

 

Pilihlah hewan yang baik untuk qurban kalian, karena sesungguhnya hewan itu akan menjadi tumpangan kalian di shirath

 

Hadits ini lemah sekali. Lihat  Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah wa Al-Maudhu'ah oleh Al-Albani 3/411

Mengirim Zakat Fitrah ke Negara Lain? Qadha Zakat Fithr

Bismillahirrahmanirrahim


Ahsanallaahu ilaika ustaz.

Afwan, izin menanyakan dua pertanyaan : 


1. Jika kita tinggal di negeri yang kita belum menemukan penyalurkan zakat fitr yang sesuai syariat(karena hampir semua menyalurkan zakat menggunakan uang), maka bolehkah kita membayar zakat kita kepada kaum muslimin di negeri lain yang mengeluarkan zakat fitr sesuai syariat?


2. Bagi seseorang yang tidak pernah membayar zakat fitr selama hidupnya, apakah dia wajib mengqada zakat fitr-nya yang lalu? Dan perlukah kita memberikan kepada Amil Zakat bahwa ini adalah qadha zakat fitr, atau cukup niat kita saja?


Baarakallaahu fiik.


Jawaban:

وفيك بارك الله تعالى 

Pertama:

Penanya bisa menyerahkan langsung bahan makanan pokok, sepeti nasi atau gandum atau bahan makanan pokok lainnya kepada fakir miskin yang muslim di mana penanya melaksanakan puasa di tempat itu, jangan sampai dikeluarkan dalam bentuk uang.

Jumhur ulama’ (diantaranya Malik, Syafi’I dan Ahmad) berpendapat bahwa tidak boleh membayar zakat fitrah dengan uang. Bahkan yang wajib adalah mengeluarkan makanan sebagaimana yang diwajibkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.

روى البخاري (1504) ومسلم (984) عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ .

Driwayatkan oleh Bukhori, (1504) dan Muslim, (984) dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah satu sho’ (sekitar 2,5-3 Kg) dari kurma atau satu sho’ gandum kepada setiap orang merdeka atau budak, lelaki atau perempuan dari kalangan umat Islam.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Kebanyakan orang fakir sekarang mengatakan, bahwa mereka lebih mengedepankan zakat fitrah dengan uang sebagai pengganti makanan, karena hal itu lebih bermanfaat bagi mereka. Apakah diperbolehkan membayar zakat fitrah dengan uang?

Beliau menjawab, “Menurut pendapat kami, hal itu tidak diperbolehkan membayar zakat fitrah dengan uang dalam kondisi apapun. Bahkan harus membayar dengan makanan. Orang fakir kalau dia ingin, menjual makanan ini  dan mengambil manfaat dari uangnya. Sementara orang yang mengeluarkan zakat, harus membayarnya dengan makanan. Tidak ada perbedaan antara jenis makanan, baik yang ada waktu zaman Rasulullah sallallahu alaiahi wa sallam atau makanan yang ada sekarang. Beras pada waktu sekarang bisa jadi lebih bermanfaat dibandingkan dengan gandum. Karena beras tidak perlu bersusah payah untuk menggiling, mengaduk dan semisal itu. Maksudnya adalah dapat memberikan manfaat kepada orang fakir. Telah ada ketetapan dalam hadits shoheh Bukhori dari Abu Said radhiallahu’anhu berkata:

( كنا نخرجها على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم صاعاً من طعام ، وكان طعامنا يومئذ التمر ، والشعير ، والزبيب ، والأقط )

“Kami mengeluarkan pada zaman Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam satu sho’ dari jenis makanan. Dimana jenis makanan kami waktu itu adalah kurma, gandum, kismis (anggur yang dikeringkan) dan keju.

Kalau seseorang mengeluarkan makanan, maka seyogyanya memilih makanan yang lebih bermanfaat untuk orang fakir. Dan hal ini berbeda sesuai dengan waktunya.

Sementara kalau mengeluarkan uang, pakaian, ranjang atau peralatan lainnya, maka hal itu tidak sah. Dan tidak melepaskan tanggungannya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Siapa yang beramal suatu amalan dan tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.” Selesai ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, (18/soal 191).

Kalau misalnya di tempat penanya tinggal tidak ditemukan fakir miskin yang muslim maka tidak masalah zakat fitrahnya dikeluarkan di negara lain yang ada fakir miskin di negara lain tersebut.

Syaikh Utsaimin pernah ditanya “Apa hukum memindahkan zakat fitrah ke negara yang jauh dengan alasan adanya orang fakir banyak ? 

beliau menjawab, “Memindahkan zakat fitrah ke negara bukan negara orang yang mengeluarkan zakat karena ada keperluan seperti tidak ada seorangpun orang fakir, maka hal itu tidak mengapa. Kalau tanpa ada keperluan dimana di negaranya masih ada orang yang menerimanya, maka hal itu tidak boleh.” Selesai ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, (18/soal. 102.

Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi menerangkan:

Ukuran zakat fitrah adalah satu sho’ dari kurma, gandum, kismis, keju atau makanan. Waktunya adalah malam idul fitri sampai sebelum shalat id. Diperbolehkan lebih dahulu dua atau tiga hari sebelumnya. Diberikan kepada orang fakir dari kalangan umat Islam di negera tempat mengeluarkannya. Diperbolehkan memindahkan kepada orang fakir di negara lain dimana penduduknya lebih membutuhkan. Imam masjid dan semisal orang yang mempunyai amanah diperbolehkan mengumpulkan dan membagikan kepada orang-orang fakir. Dimana bisa sampai kepada orang yang berhak sebelum shalat id. Ukurannya tidak mengikuti besarnya uang bahkan telah ditetapkan oleh agama yaitu satu sho’. Orang yang tidak mendapatkan kecuali cukup untuk keperluannya waktu hari id untuk dirinya dan orang yang menjadi kewajiban memberi nafkah kepadanya, maka (kewajiban zakat) gugur padanya. Tidak diperbolehkan menaruh untuk pembangunan masjid atau proyek social.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (9/369, 370).


kedua

Apabila dulu mampu mengeluarkan zakat fitrah untuk diri dan orang yang berada dalam tanggungannya namun kewajiban itu tidak ditunaikan karena kelalaian atau ketidak tahuan atau kesengajaan maka perlu dibayar tanggungan-tanggungan itu setelahnya:

Telah disebutkan di dalam Mawahib Al Jaliil (2/376):

“Disebutkan di dalam Al Mudawwanah: “Dan jika orang yang berada itu menunda (pembayaran) nya, maka ia wajib mengqadha’nya untuk tahun-tahun sebelumnya”.

Disebutkan di dalam Mukhtashar Al Waqar:

“Barang siapa yang terlewat beberapa tahun sementara ia dalam kondisi mampu (untuk membayar zakat), maka ia tetap membayar semua tahun-tahun yang terlewat zakat diri dan semua orang yang wajib ia bayarkan zakatnya setiap tahunnya sesuai dengan ukuran yang diwajibkan, jika hal itu diambilkan dari hartanya –jika ia dalam kondisi sehat atau sedang sakit dan berwasiat dengan pembayaran tersebut- maka dibayarkan dari sepertiga hartanya”.

Wallahu ta'ala a'lam


Meninggalkan Tugas Kerja Demi Bisa Beri'tikaf

Berikut ini kami terjemahkan keterangan fatwa suara Syaikh Utsaimin rahimahullahu ta’ala berkenaan dengan orang yang meninggalkan kewajiban kerja demi beri’tikaf:

Orang yang meninggalkan kewajiban tugas kerja demi bisa beri’tikaf dia seperti orang yang menghancurkan satu kota demi membangun satu istana karena dia melaksanakan sesuatu yang mustahab (dianjurkan), tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang mengatakan itu wajib . Ulama’ sepakat bahwa i’tikaf tidaklah wajib, i’tikaf hukumnya hanya sunnah (dianjurkan.pent) , adapun melaksanakan kewajiban tugas maka itu termasuk dalar friman Allah ta’ala


يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود“


Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah : 1).


Dan firman Allah ta’ala


 وَأَوْفُوا۟ بِٱلْعَهْدِ ۖ إِنَّ ٱلْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔولًا


dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. Al-Isra’:34


Orang ini meninggalkan yang wajib demi melakukan perbuatan mustahab (dianjurkan.pent). Ini merupakan suatu kesalahan , oleh karenanya dia wajib menghentikan i’tikaf dan pergi menuju ke kerjaannya, ini bila dia ingin selamat dari dosa, Palau dia tetap beri’tikaf maka dia dianggap beri’tikaf di masa yang merupakan hak pihak lain, kaidah para ahli fikih memberikan konsekwensi bahwa i’tikafnya dalam keadaan demikian tidaklah sah…

https://www.youtube.com/watch?v=B8sFSyxVrKk

Artikel Kisah Antara Turki Utsmani dan Arab Saudi

ada pertanyaan yang datang ke salamdakwah: 

Di manakah artikel Tuduhan Terhadap Kerajaan Arab Saudi tentang keruntuhan sistem khilafah Uthmaniyyah? Barakallahu Feekum

Jawaban:

Kami belum dapati artikel yang dimaksud, namun di saudinesia.id ada tulisan:  

Sejarah yang banyak diceritakan kepada kita, bahwa Kerajaan Saudi yang membawa pemahaman ‘Wahhabi’-lah yang memberontak kepada Turki.

Sejatinya, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) di masa itu menguasai daerah Nejd yang sama sekali di luar area Turki. Kekuasaan keluarga Saud itu hanya di Riyadh dan sekitarnya. Bahkan di sana ada keluarga Rasyid juga yang memiliki kekuasaan di daerah Al Jawf dan Hail. Dua kekuasaan ini tidak berada di bawah Utsmani.

Wilayah Turki (untuk daerah yang menjadi KSA sekarang) itu hanya meliputi daerah Hijaz sampai pesisir laut Merah.

Kalau mau dikatakan memberontak kepada Turki Utsmani, maka yang lebih tepat dikatakan sebagai pemberontak adalah Syarif Husein -Allah yarhamuh- yang menjadi penguasa Hijaz. Bukan ‘Wahhabi’ dari keluarga Bani Saud.

Dan perlu anda ketahui, pemisahan Hijaz dari Turki Utsmani pun bukan dilakukan tanpa sebab. Di era pemisahan itu, pihak yang berkuasa secara defacto di Turki adalah kelompok sekuler yang disebut Gerakan Turki Muda. Sultan Abdul Hamid II rahimahullah mereka jadikan hanya sebagai simbol saja.

Syarif Husein rahimahullah sebagai penguasa tanah suci tentu tidak menginginkan dipimpin oleh kaum sekularis. Walaupun beliau sendiri berambisi untuk menjadi Raja Arab. Dia merasa punya alasan kuat untuk memberontak kepada Turki. Pemisahan Hijaz dari Turki ini terlaksana pada tahun 1916. Sejak itu Hijaz adalah wilayah tersendiri yang terpisah dari otoritas Turki.

Sampai di sini kita bisa simpulkan bahwa keluarga Saud tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemberontakan kepada Turki. Kalau mau dikatakan memberontak kepada Turki, maka vonis pemberontak harusnya disematkan kepada Syarif Husein rahimahullah.

KLAIM SEBAGAI RAJA SELURUH ARAB

Setelah melepaskan diri dari ‘kekhilafahan’ Turki Utsmani, Syarif Husein mengangkat diri beliau sebagai Raja seluruh Arab. Ini self-proclaimed saja. Karena secara defacto, dia tidak punya kekuatan yang cukup bisa dihandalkan untuk mewujudkan kekuasannya tersebut. Lepasnya dia dari Turki pun karena kerjasama dengan Inggris. Begitu Inggris melepas dukungannya, maka otomatis Syarif Husein pun tidak punya kekuatan yang bisa dihandalkan. Ini terbukti ketika dia berkonflik dengan keluarga Saud.

Merasa dirinya sebagai Raja Arab, Syarif Husein meminta agar keluarga Saud tunduk kepadanya. Tentu keluarga Saud menolak. Mereka sudah punya wilayah sendiri sejak zaman Utsmani. Sejak zaman Utsmani sudah independen, kok tiba-tiba harus berada di bawah Syarif Husein?

Konflik bersenjata antara pasukan Syarif dan Saudi muncul ketika Amiir (pemimpin) kawasan Al Khurmah, sebuah daerah subur di Timur Makkah, memilih untuk bergabung bersama Saudi. Al Khurmah ini perbatasan antara Hijaz dan Nejd. Maka Syarif Husein pun mengirimkan pasukan ke Al Khurmah. Meletuslah perang antara Saudi dan Syarif Husein.

Pasukan Syarif Husein yang didukung Inggris ketika itu menganggap remeh kekuatan militer Saudi yang didukung oleh gerakan Al Ikhwan. Gerakan al ikhwan ini tidak ada hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Al Ikhwan ini pasukan loyalis Saudi. Di luar dugaan, pasukan Syarif Husein mengalami kekalahan di Al Khurmah.

Sejak kekalahan Syarif di Khurmah, Saudi melihat kemungkinan besar untuk menaklukkan Hijaz, terutama dua tanah suci, Makkah dan Madinah. Tentu ini akan membawa prestise bagi keluarga Saud. Apalagi keluarga Saud memiliki keinginan untuk melakukan purifikasi Islam sebagaimana program yang dicanangkan oleh leluhur mereka bersama Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Namun keinginan ini terhalang oleh Inggris yang masih memberikan perlindungan kepada Syarif Husein. Keluarga Saud lantas menahan diri dari ekspansi tersebut karena melihat kemudharatan yang besar akan muncul kalau berhadapan langsung dengan Inggris.

Sampai kemudian tahun 1924, Syarif Husein tidak cukup lagi dengan gelar Raja Arab. Dia mengangkat dirinya sebagai khalifah setelah Kamal Ataturk membubarkan ‘kekhilafahan’ Turki Utsmani. Syarif juga melarang jamaah haji dari Nejd untuk melakukan ibadah di Makkah.

Ini tentu menimbulkan kemarahan keluarga Saud. Begitu Inggris melepaskan dukungannya atas Syarif Husein, maka dengan waktu relatif cepat Saudi pun menguasai Hijaz. Syarif Husein rahimahullah pun kemudian lari ke Cyprus. Wilayah Dinasti Hasyimiyah yang beliau bangun hanya tersisa berupa kerajaan kecil yang bernama Yordania.

https://saudinesia.id/review/siapa-yang-memberontak-kepada-turki-utsmani/

Mana Yang Diutamkan Antara Metode Rukyat dan Hisab

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.....apakah ada dalil atau nash Qur'an yg menyiratkan bahwa penentuan bulan baru lebih baik menggunakan metode hisab dibandingkan dgn metode rukyat? Mohon pencerahannya.Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh...

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته 

Pendapat yang kuat adalah kita tidak bisa menafikan ru'yah disebabkan sudah adanya hisab. Kami pribadi condong ke pandangan menjadikan acuan utama adalah ru'yah dan bukan hisab

Syariat Islam adalah syariat yang mudah dan hukumnya universal berlaku bagi seluruh makhluk, manusia mapun jin, seusai dengan tingkatan mereka masing-masing, ada yang berpengatahuan ada pula yang awam, ada yang badui ada pula yang modern. Oleh karena itu Allah memudahkan jalan untuk mengetahui waktu-waktu ibadah. Allah telah menetapkan waktu memulai dan mengakhiri sebuah ibadah dengan tanda-tanda yang dapat diketahui semua tingkatan. Allah Ta'ala tidaklah mengharuskan kita mengetahui awal bulan dengan cara yang hanya diketahui segelintir orang saja, yaitu ilmu nujum atau ilmu falak. Oleh sebab itu dalam nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah menjadikan ru'yat hilal sebagai pertanda dimulainya puasa bulan Ramadhan bagi kaum muslimin dan berhari raya dengan melihat hilal Syawal. Demikian pula dalam menetapkan Hari Raya 'Iedul Adha dan hari Arafah. Allah berfirman:

فمن شهد منكم الشهر فليصمه 

"Barangsiapa di antara kamu ada yang melihat hilal maka berpuasalah." (Q:S 2:185)


Dalam ayat lain Allah berfirman:

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِىَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلْحَجِّ ۗ 

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;. (QS. 2:189)


Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته 

"Jika kamu lihat melihat hilal (Ramadhan), maka berpuasalah kamu, jika kamu melihat hilal (Syawal), maka berhari rayalah kamu. Jika terhalang olehmu genapkanlah bilangan bulan tiga puluh hari."


Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam menetapkan awal puasa Ramadhan dengan ru'yat hilal Ramadhan. Dan menetapkan 'Iedul Fitri dengan ru'yat hilal Syawal. Beliau sama sekali tidak mengaitkannya dengan ilmu nujum ataupun peredaran bintang. Itulah yang diamalkan pada zaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, zaman Khulafaur Rasyidin, imam yang empat dan generasi tiga kurun yang ditetapkan nabi sebagai kurun yang paling baik dan utama. 

Wallahu ta'ala a'lam

Takhbib dan Selingkuh

Pertanyaan:

Assalamualaikum, izin bertanya, apakah takhbib itu sama dengan perselingkuhan? 

Jawaban:

Dalam suatu riwayat disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ خَبَّبَ زَوْجَةَ امْرِئٍ أَوْ مَمْلُوكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا 

“Barang siapa yang merusak istri orang lain atau merusak hamba sahaya orang lain, maka bukanlah termasuk golongan kami”.  HR. Abu Daud  (5170) 

Syeikh Abdul Adzim Abadi –rahimahullah- berkata:

خبب “ 

adalah merusak atau menipu

امرأة على زوجها 

adalah menyebutkan keburukan suami di depan istrinya atau kebaikan laki-laki lain di depan wanita tersebut”. (‘Aun Ma’bud: 6/159)


Al Munawi –rahimahullah- berkata:

“Syeikh kami asy Sya’rawi berkata: “Termasuk dalam hal tersebut adalah jika seorang laki-laki didatangi istri orang lain yang sedang marah agar membantunya untuk memperbaiki hubungan rumah tangganya, dan orang tersebut justru mengajaknya makan, menambah pemberian kepada wanita itu dan lebih dermawan dari sebelumnya, meskipun kedermawanan tersebut juga ditujukan kepada suaminya, maka hal ini bisa jadi akan menjadikan wanita tersebut lebih cenderung kepada laki-laki lain tersebut dan mengharap apa yang dimilikinya, maka orang tersebut sudah masuk dalam hadits tersebut. Posisi seseorang yang mengetahui akan dihukum sesuai dengan konsekwensinya, meskipun ia melakukannya secara tidak sengaja.

Ia berkata: “Saya selalu melakukan perangai seperti ini, saya mempersulit seorang wanita yang sedang marah dengan pasangannya, saya pun berpesan kepada keluarga saya untuk menjadikannya lapar, agar ia kembali merasakan dan mengetahui nikmat adanya suami”. (Faidhul Qadir Syarh al Jami’ as Shagir: 6/159)

Dengan demikian bisa difahami bahwa misalnya di awal awal ketika seorang laki-laki menerima curhatan seorang wanita yang telah bersuami mungkin niatnya tidak berselingkuh namun minta pendapat dan solusi namun ketika laki laki itu melakukan hal hal yang membuat wanita tersebut membenci suaminya dan kemudian wanita itu condong menyukai laki-laki yang dicurhati dan si laki laki juga menyukai wanita tersebut maka saat itulah mulai perselingkuhan.

Semoga Allah ta'ala melindungi kita semua dari tipu daya setan dan hawa nafsu

Kredit Melalui Aplikasi Pembayaran dan Iuran Kain Kafan

1. Bolehkah kita mengambil barang di salah satu aplikasi pembayarannya secara kredit tempo 3 bulan

2. Di kampung saya setiap bulan ada penarikan uang sebesar 10 ribu, dananya untuk kain kafan ketika ada yang meninggal baru dikasih kain kafannya. bolehkah seperti itu

Jawaban:



Menambah Kata Ta'ala Pada Salam

Pertanyaan: 

Bismillah.. saya sering dengar ada yang ngucapin salam: Assalamu'alaikum warahmatullahi Ta'ala wa Barakatuh.. apakah redaksi salam tersebut benar y ustadz (dengan penambahan Ta'ala)

Jawaban:

Kami belum mendapati riwayat yang menyebutkan kata ta'ala pada salam. Kami pribadi condong pada pendapat bahwa tidak perlu menambahkan kata ta'ala pada salam dan kita mencukupkan diri dengan yang ada riwayatnya. Kalau sekali-kali menambahkan ta'ala, semoga saja tidak apa-apa 

Bagaimana Lepas Dari Efek Buruk Doa Orang Yang Didholimi

Pertanyaan:

Assalaamualaikum ingin bertanya,saya menzhalimi seseorang lantas orang tersebut mendoakan keburukan kepada saya dan saya sangat takut dan gelisah jika itu dikabulkan bagaimana cara mencegahnya

Jawaban:

Apabila seseorang terlanjur berbuat kedholiman kepada orang lain kemudian orang lain itu mendoakan keburukan untuk orang tersebut kemudian orang tersebut sadar maka yang perlu dia segera lakukan adalah bertaubat kepada Allah ta'ala dengan memenuhi syarat-syaratnya, mengembalikan hak-hak orang yang didholimi (bila dholimnya dalam bentuk mengambil hak orang lain) disertai meminta keridhoan dari orang yang didholimi, berdoa kepada Allah ta'ala supaya orang itu selamat dari efek doa orang yang ia dholimi tersebut.

Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika beliau bersabda:


مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ  


“Siapa yang mempunyai kezaliman kepada saudaranya baik dari kehormatan atau sesuatu hal, maka mohonlah dihalalkan darinya sekarang (pada hari ini) sebelum tidak berguna lagi dinar dan dirham. Kalau dia mempunyai amal shaleh, maka akan diambil darinya sesuai dengan kadar kezalimannya. Kalau tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan orang tersebut akan diambil dan dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari, no. 2449)


Taubat artinya kembali kepada Allah –Ta’ala- dan berlepas diri dari maksiat dan membencinya, menyesali ketelorannya dalam ketaatan, An Nawawi –rahimahullah- berkata:

“Taubat itu hukumnya wajib dari setiap dosa, jika maksiat tersebut antara seorang hamba dengan Allah –Ta’ala- tidak berkaitan dengan hak manusiawi, maka mempunyai tiga syarat:

1. Membebaskan diri dari maksiat (segera berhenti dari dosa yang dia lakukan.pent)

2.Menyesal telah melakukan dosa tersebut

3.Berazam  (bertekad kuat) untuk tidak kembali melakukannya untuk selamanya

Jika berkurang salah satu dari tiga syarat tersebut maka taubatnya tidak sah.

Namun jika maksiat tersebut berkaitan dengan hak manusiawi, maka syaratnya menjadi empat hal, tiga syarat di atas dan yang keempat adalah dengan membebaskan diri dari hak sesamanya, jika berupa harta atau yang serupa maka ia kembalikan kepadanya, jika berupa had tuduhan (keji) atau yang serupa maka dengan cara mempersilahkan kepadanya untuk membalas atau meminta maaf darinya, dan jika berupa ghibah maka meminta untuk dihalalkan darinya. Dan diwajibkan untuk bertaubat dari semua dosa, dan jika bertaubat hanya dari sebagian dosa maka taubatnya tetap sah –menurut pendapat yang benar- dari dosa yang ia bertaubat darinya, dan dosa lainnya (yang ia belum bertaubat darinya) maka tetap utuh”.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta’la mengatakan dalam kitab Majmu Fatawa, 18/187-189:

“Terkait dengan hak orang yang dizalimi, tidak gugur hanya sekedar bertaubat. Inilah yang benar. Tidak ada perbedaan dalam hal ini, antara pembunuh dan semua pelaku zalim. Barangsiapa yang bertaubat dari kezaliman, tidak hilang hak orang dizalimi hanya dengan bertaubat. Akan tetapi kesempurnaan taubatnya adalah dengan menggantinya sesuai kezalimannya. Kalau tidak diganti di dunia, pasti akan di ganti di akhirat. Pelaku kezaliman diharuskan bertaubat, memperbanyak berbuat kebaikan dan menunaikan hak-hak orang yang dizalimi agar tidak bangkrut. Meskipun begitu, kalau Allah berkehendak mengganti hak orang yang dizalimi dari sisiNya, maka tidak ada yang dapat menolaknya. Sebagaimana (Allah) kalau berkehendak mengampuni (dosa-dosa) selain syirik bagi orang yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam hadits Qishas yang mana Jabir bin Abdullah naik (kendaraan) menuju ke Abdullah bin Unais selama sebulan untuk bertamu dengannya.

Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, 3/495 dan lainnya. Hadits ini dijadikan oleh Bukhari sebagai penguat dalam Shahihnya, dan ia termasuk dalam katagori hadits Tirmizi yang shahih atau hasan, di dalamnya dikatakan,


إذا كان يوم القيامة فإن الله يجمع الخلائق فى صعيد واحد ، يسمعهم الداعى وينفذهم البصر ، ثم يناديهم بصوت يسمعه من بعد كما يسمعه من قرب ، أنا الملك ، أنا الديان ، لا ينبغي لأحد من أهل النار أن يدخل النار وله عند أحد من أهل الجنة حق حتى أقصه منه ، ولا ينبغي لأحد من أهل الجنة أن يدخل الجنة ولأحد من أهل النار عنده حق حتى أقصه منه


 “Ketika pada hari kiamat, maka Allah kumpulkan semua makhluk di satu tempat. Lalu terdengar orang yang memanggil, terlihat dalam pandangan mata. Kemudian dipanggil dengan suara yang terdengar orang paling jauh sebagaimana orang yang dekat juga mendengar. Aku adalah Raja, Aku Sang Perkasa. Tidak sepatutnya seorang pun dari penduduk neraka masuk neraka sementara dia masih memiliki hak kepada salah seorang dari penduduk surga sampai diqisas (diambil hak darinya). Dan tidak sepatutnya penduduk surga masuk ke surga, sementara dia masih memiliki hak kepada salah seorang penduduk neraka sampai Aku ambil hak darinya.

Dalam shahih Muslim dari haits Abu Said, ‘Sesungguhnya penduduk surga ketika telah melewati jembatan. Mereka berhenti di Qintoroh antara surga dan neraka. Sebagian menyelesaikan hak kepada sebagian lainnya. Ketika mereka telah dibersihkan dan disucikan, mereka diizinkan untuk masuk surga.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, "Dan janganlah sebagian kamu mengguncing kepada sebagian lainnya."

Mengguncing merupakaan kezaliman kehormatan, kemudian dilanjutkan,

"Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujarat: 12)

Mereka telah diingatkan agar bertaubat dari menggunjing dan ia termasuk kezaliman. Hal ini kalau orang yang dizalimi mengetahui pengganti (kezalimannya). Kalau sekiranya orang yang di gunjingi atau dituduh tidak mengetahui hal itu, ada yang mengatakan, bahwa di antara syarat taubatnya adalah memberitahukannya. Ada pula yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak disyaratkan. Ini merupakan pendapat mayoritas. Kedua pendapat tersebut merupakan riwayat dari Imam Ahmad.

Akan tetapi pendapat seperti ini terhadap orang yang dizalimi, hendaknya diimbangi dengan melakukan kebaikan-kebaikan, seperti mendoakan kebaikan, beristigfar, beramal saleh dan dihadiahkan kepadanya sebagai pengganti dari gunjingan dan tuduhan kepadanya.

Hasan Al-Basri mengatakan, ‘Tebusan ghibah adalah memohonkan ampunan kepada orang yang dighibahi.’

Apabila orang yang didholimi tetap tidak mau memaafkan maka tetaplah husnudhon kepada Allah ta'ala dan perbanyaklah amal sholeh, semoga Allah ta'ala mengampuni orang yang bertaubat tersebut.

Wallahu ta'ala a'lam


Diminta Jadi MC di acara maulid nabi

Assalamu'alaikum

Saya seorang guru PNS. Sekolah saya mengadakan acara maulid dimana Kepsek menunjuk saya sebagai MC, hal ini membuat saya berat karena bertentangan dengan nurani saya, apalagi saya berada di lingkungan yang memiliki keyakinan sufi yang sangat kental, untuk berterus terang menolak dan menyatakan bahwa saya tidak melaksanakan maulid, sangat beresiko dianggap "menyimpang", karena saya sendiri yg memiliki pemahaman yang berbeda dgn mereka, apa yang harus saya lakukan ustadz? Terimakasih atas jawaban ustadz

Jawaban:

Masalah Maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam memang ada perbedaan pandangan di situ, ada yang membolehkan dan ada yang melarang, diantara yang melarang adalah salah seorang Ulama' dari Mesir. 
Kita sekarang berada di tahun 1445 Hijriah, dulu pada tahun 1351 H sampai 1352 H di salah satu wilayah mesir ada seorang Ulama’ yang bernama Muhammad bin Abdussalam asy-Syuqairi, beliau menulis sebuah buku yang berjudul as-Sunanu wa al-Mubtada’at. Pada halaman 138 tertulis:


 فاتخاذ مولده موسماً والاحتفال به بدعة منكرة ، وضلالة لم يرد بها شرع ولا عقل ، ولو كان في هذا خير كيف يغفل عنه أبو بكر وعمر وعثمان وعلي وسائر الصحابة رضي الله عنهم ، والتابعون لهم وتابعوهم والأئمة وأتباعه


Menjadikan waktu kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai musim tertentu dan merayakannya adalat merupakan bid’ah yang perlu diingkari, ini merupakan kesesatan yang tidak didasari oleh Syariat dan tidak didasari logika, seandainya ini baik kenapa Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, seluruh Sahabat Nabi radhiyallahu anhum, para Tabi’in, para Tabi’ Tabi’in para imam dan para pengikut mereka bisa lalai dari perkara ini. selesai.

Apabila penanya termasuk yang tidak  menyetujui perayaan Maulid maka  kami sarankan untuk mengajukan tugas lain yang  baik menurut  penanya. Sampaikanlah omongan dengan baik kepada  atasan atau orang sekitar.

wallahu ta'ala a'lam

  

Dosa Hutang Riba Ditimpakan Ke Siapa 

Pertanyaan

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barrakatuh, terkait berhutang dan pada saatnya jatuh tempo masih belum mampu membayar sehingga terkena biaya keterlambatan. pertanyaannya apakah nanti jika sdh mampu membayar termasuk biaya keterlambatannya menjadi beban dosa bagi yg membayar atau pemberi hutang? syukron

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته 


Berhutang dengan riba adalah sangat diharamkan sekali. Dan ia termasuk dosa besar. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ 


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al-Baqarah: 278, 279.

Apabila semua pihak yang melakukan akad dan kontrak transaksi riba tahu hukumnya sebelum melakukan hal itu maka semuanya berdosa dan terlaknat, baik itu yang memberi hutang,  yang berhutang, penulis hutang dan saksinya

Imam Muslim (1598) telah meriwayatkan dari Jabir –radhiyallahu ‘anhu- Beliau berkata: 

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ ، وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ . 

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melaknat pemakan riba, pemberi makan, penulis dan kedua saksinya,’ lalu beliau menambahkan, ‘mereka semua sama”.

Bahkan seandainya ada pihak lain selain empat pihak di atas yang menjadi support atau pendukung sehingga terjadi akad tersebut maka dia juga berdosa, misalnya security atau office boy di lembaga yang menjalankan hutang riba. 

Allah Ta’ala berfirman: 

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ  

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya”. (QS. Al Maidah: 2) 

Apabila ada pihak yang tidak tahu hukumnya saat menjalankan akad riba tersebut kemudian belakangan dia tahu maka dia perlu bertaubat, misalnya orang yang meminjam tahu belakangan maka dia segera melunasi pokok hutangnya saja, bila diharuskan membayar sekaligus  bunganya maka dia berusaha semaksimal mungkin untuk segera membereskan hutang tersebut, misalnya berhutang ke pihak lain yang tidak mengandung riba, diharapkan dengan begitu dia selamat dan tidak terlalu lama terlibat perbuatan yang menimbulkan laknat tersebut.

Semoga Allah mudahkan kaum Muslimin untuk terlepas dari hutang riba 

Kakek Tiri Apakah Mahram Istri Saya

Assalamu'alaikum ustadz, izin bertanya.


Setelah kakek meninggal, nenek saya menikah dengan seorang laki-laki, apakah laki-laki tersebut terhitung sebagai mahram bagi istri saya nantinya? kemudian apakah saudara perempuan nenek juga terhitung mahram bagi saya?


jazakumullah khairan, barakallahu fiik

Jawaban

Kakek tiri itu bukan mahram bagi istri penanya. Nenek posisinya seperti ibu ketika nenek menikah lagi maka itu seperti ibu yang menikah lagi. 


Ulama' Lajnah Daimah pernah ditanya


زوجتي منتقبة عن زوج أمي ، فهل يرى وجهها ؟ مع العلم أنه هو الذي قام بتربيتي من الصغر.

فأجابوا : " زوج الأم ليس محرماً لزوجة ربيبه منها ، فعليها أن تحتجب منه ؛ لأنه أجنبي منها " انتهى .


Istri saya memakai cadar di hadapan ayah tiri saya, apakah ayah tiri tersebut boleh boleh melihat wajahnya ? Perlu diketahui bahwa ayah tiri tersebut adalah orang yang mengasuhku dari kecil.

Mereka menjawab:

Ayah tiri bukanlah mahram untuk istri dari anak tiri yang diasuhnya. istri tersebut wajib untuk memakai hijab di hadapannya karena istri tersebut bukanlah mahram ayah tiri tersebut

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 17/372

Wallahu ta'ala a'lam


Apakah Boleh Berjabat Tangan Dengan Sepupu Non Muslim

Bismillahirrahmanirrahim. Semoga Allah mengistikamahkan ustaz di atas agamaNya. Pertanyaan : Ana seorang perempuan yang mempunyai 2 orang sepupu laki-laki yang datang dari dua orangtua yang kafir. Satunya berusia 11 tahun dan satunya lagi berusia 9 tahun. Yang ingin ana tanyakan ustaz, bolehkah ana berjabat tangan dengan mereka baik yang sekarang berusia 11 tahun atau 9 tahun tersebut ustaz? Baarakallaahu fiik.

Jawaban

آمين يا مجيب السائلين 

Sepupu bukanlah termasuk mahram, baik itu muslim atau non muslim. apabila usianya sudah 9 tahun ke atas maka disarankan untuk tidak berjabat tangan yang berefek sentuhan fisik. Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu ta'ala pernah ditanya 

هل تجوز مصافحة الفتاة التي لم يتجاوز عمرها الحادية عشرة؟

Apakah boleh berjabat tangan dengan gadis yang usianya belum mencapai usia 11 tahun?

Beliau menjawab:

لا، لا ينبغي مصافحتها إلا إذا كانت أقل من تسع، فأمرها أسهل، أما إذا بلغت تسعًا فأكثر فالأحوط هو عدم المصافحة، فإذا راهقت الحلم حرم ذلك؛ لأن الرجل لا يصافح النساء إلا محارمه، يقول النبي ﷺ: إني لا أصافح النساء، المرأة البالغة أو المراهقة لا تصافح إلا إذا كانت محرمًا لك كأختك وعمتك ونحو ذلك، أما من كانت بنت تسع أو عشر فالأحوط عدم المصافحة؛ لأنها قاربت المراهقة، بعض النساء قد يحضن لإحدى عشرة ولعشر فالأحوط عدم المصافحة، أما ما دون التسع كبنت السبع والثمان فلا حرج إن شاء الله، إلا أن يخشى الفتنة فلا يصافح ولو كانت بنت سبع أو ثمان. نعم.

Tidak, anda tidak boleh berjabat tangan dengannya kecuali ia berusia kurang dari sembilan tahun, itu lebih mudah. ​​Namun, jika ia berumur sembilan tahun atau lebih, lebih baik tidak berjabat tangan. Jika ia telah mencapai usia baligh, maka berjabat tangan itu haram. Karena seorang laki-laki tidak berjabat tangan dengan wanita kecuali mahramnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Aku tidak berjabat tangan dengan wanita. 

Wanita yang sudah baligh atau yang mendekati usia baligh tidak berjabat tangan dengan anda kecuali mereka adalah mahram bagi anda. seperti adik anda, bibi anda, dan semisalnya, sedangkan bagi anak perempuan yang berumur sembilan atau sepuluh tahun, lebih aman bagi anda untuk tidak berjabat tangan dengannya. Karena mereka mendekati masa puber, beberapa wanita mungkin mengalami menstruasi semenjak usia sebelas atau sepuluh tahun, jadi lebih bijaksana untuk tidak berjabat tangan dengan mereka, tetapi bagi seseorang yang berusia di bawah sembilan tahun, seperti anak perempuan yang berusia tujuh atau delapan tahun, maka tidak apa-apa, Insya Allah, kecuali bila dia takut akan terjadinya fitnah saat berjabat tangan dengan anak kecil tersebut, meskipun gadis itu berusia tujuh atau delapan tahun. Selesai.

Wallahu ta'ala a'lam


Menyuruh Tapi Tidak Melakukan

Pertanyaan

Bgm hukum Menyampaikan kebaikan tapi ybs tidak melakukan..tks

Jawaban:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Masalah ini perlu perincian, apabila maksud penanya menyampaikan kebaikan yang sifatnya dianjurkan dan bukan wajib kemudian orang yang menyampaikan belum bisa melaksanakan karena terhalang kewajiban dia  maka tidak apa, misalnya seorang security yang bertanggung jawab menjaga objek vital negara demi kepentingan orang banyak kemudian dia menyampaikan kepada keluarganya tentang fadhilah shalat Dhuha, namun security itu sendiri belum bisa melaksanakan shalat Dhuha setiap hari karena perlu fokus dalam penjagaan objek vital tersebut maka ini tidak apa-apa, dan dia bisa melaksanakannya saat hari libur. Adapun bila masalah kewajiban yang disampaikan maka orang yang menyampaikan harus melaksanakan kewajiban itu sebelum menyampaikan ke orang lain, kalau dia tidak menyampaikan ke orang lain , dia juga tetap harus melaksanakan. seandainya dia menyuruh orang lain melaksanakan kewajiban namun dia sendiri belum melakukan maka dia berdosa, namun dia dosanya pada saat dia meninggalkan kewajiban tersebut, sedangkan ketika memerintahkan yang lain maka dia gugur kewajiban menyampaikan ke orang lain


Allah berfirman

 أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?

Dalam Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H disebutkan:

44. “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan,” yakni dengan keimanan dan kebaikan, ”sedang kamu melupakan diri (kewajiban) sendiri,” maksudnya kalian meninggalkannya padahal kalian memerintahkannya kepada orang lain, ”padahal “kamu membaca al-kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” dinamakan akal itu sebagai akal karena ia dipakai untuk berpikir kepada kebaikan yang bermanfaat untuknya, dan sadar dengannya dari hal-hal yang memudaratkan dirinya, dan hal tersebut dibuktikan bahwa akal menganjurkan kepada pemiliknya untuk menjadi orang yang pertama meninggalkan apa yang dilarang. Maka barangsiapa yang memerintahkan orang lain kepada kebaikan lalu dia tidak melakukannya atau melarang dari kemunkaran namun dia tidak meninggalkannya, maka hal itu menunjukkan tidak adanya akal padanya dan kebodohannya, khususnya bila dia telah mengetahui akan hal itu, dan hujjah benar-benar telah tegak atasnya. Dan ayat ini walaupun turun terhadap Bani Israil namun ia bersifat umum kepada setiap orang. Sesuai firman Allah:

" Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?, Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."

(QS. As-Shoff : 2-3)

Dalam ayat ini tidak ada suatu indikasi pun yang menunjukkan bahwasanya seseorang bila tidak melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, maka dia boleh meninggalkan ajakan kepada kebaikan dan melarang dari yang munkar, karena ayat itu menunjukkan suatu kecaman berkaitan dengan kedua kewajiban tersebut. Bila tidak seperti itu, maka suatu hal yang telah diketahui bahwasanya setiap manusia memiliki dua kewajiban yaitu memerintah orang lain dan melarangnya, dan memerintah dirinya sendiri dan melarangnya. Maka meninggalkan salah satu dari kedua kewajiban itu bukanlah suatu keringanan untuk meninggalkan yang lainnya, karena idealnya adalah seseorang mampu melakukan kedua kewajiban itu dan demikian juga sangat aib sekali bila seseorang meninggalkan keduanya. Adapun jika dia melakukan salah satu dari kedua kewajiban itu tanpa lainnya, maka dia tidaklah dalam posisi yang ideal dan tidak pula pada posisi sangat aib. Lebih dari itu, diri manusia memang diciptakan dengan kecenderungan tidak respek untuk tunduk kepada orang yang perbuatannya bertentangan dengan perkataanya, maka peniruan mereka dengan perbuatan adalah lebih kuat daripada peniruan mereka dengan sekedar perkataan saja.


Tidur Setelah Subuh Dan Setelah Syuruq

Pertanyaan:

Bolehkan tidur setelah syuruk?

Jawaban:

Syaikh Sholeh al-Fauzan hafidhohullahu ta'ala menyampaikan bahwa tidur setelah subuh atau setelah syuruq tidak apa apa namun itu menyelisihi perbuatan yang utama. diantara perbuatan yang utama saat menyambut awal siang adalah berdzikir , membaca Qur'an, menuntut ilmu dan semisalnya. Silahkan merujuk ke link suara beliau di https://www.youtube.com/watch?v=dd0NiPTlkHM

Berwudhu Dengan Air Bekas Basuhan Anggota Lain

Bismillahirrahmanirrahim.

Ahsanallaahu ilaika ustadz.


Pertanyaan ana, bolehkah kita mengusap kepala saat wudu dengan bekas air membasuh lengan hingga ke siku tadi, atau harus mengambil air yang baru untuk mengusap kepala ustadz?


Baarakallaah fiik.


Jawaban

Ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama' terkait menggunakan air bekas membasuh tangan, kami pribadi condong bahwa pendapat yang kuat adalah mengambil air baru untuk membasuh kepala saat berwudhu . Imam asy-Syafi'i rahimahullahu ta'ala menerangkan dalam kitab al-Umm

 ولو مسح رأسه بفضل بلل وضوء يديه أو مسح رأسه ببلل لحيته لم يجزه ولا يجزئه إلا ماء جديد. 

Seandainya seseorang membasuh kepalanya dengan air dari kelebihan basahnya kedua tangannya atau membasuh kepalanya dengan sisa basah jenggotnya maka ini tidak boleh dan tidak sah kecuali dengan air yang baru.


حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ حَبَّانَ بْنِ وَاسِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ وَأَنَّهُ مَسَحَ رَأْسَهُ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرَوَى ابْنُ لَهِيعَةَ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ حَبَّانَ بْنِ وَاسِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ وَأَنَّهُ مَسَحَ رَأْسَهُ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ وَرِوَايَةُ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ حَبَّانَ أَصَحُّ لِأَنَّهُ قَدْ رُوِيَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَغَيْرِهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ لِرَأْسِهِ مَاءً جَدِيدًا وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ رَأَوْا أَنْ يَأْخُذَ لِرَأْسِهِ مَاءً جَدِيدًا

 Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Khasyram] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Abdullah bin Wahb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Amru Ibnul Harits] dari [Habban bin Wasi'] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Zaid] bahwasanya ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu, beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan kelebihan kedua tangannya." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih." [Ibnu Lahi'ah] meriwayatkan hadits ini dari [Habban bin Wasi'], dari [bapaknya], dari [Abdullah bin Zaid], bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudlu mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa kedua tangannya." Dan Hadits riwayat 'Amru Ibnul Harits dari Habban lebih shahih, karena diriwayatkan tidak hanya dari satu jalur. Hadits ini dari Abdullah bin Zaid dan selainnya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengambil air baru untuk mengusap kepalanya. Hadits ini banyak diamalkan oleh kebanyakan ahli ilmu, mereka berpendapat bahwasanya beliau mengambil air baru untuk mengusap kepalanya."[Hadits Tirmidzi Nomor 33]


Pembeli Secara Kredit Menunda Pembayaran

Pertanyaan:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ustadz, ijin bertanya.

A membeli sepeda kepada B.

Akad nya jual beli di kasih dp dulu, setelah dibawa pulang selama 4bulan tidak ada kejelasan pembayaran, setiap ditagih bilangnya nanti.

Apakah boleh si B berinisiatif meminta kembali sepeda kepada Si A.

Terima kasih

Jawaban

Apabila pembeli sengaja menunda pembayaran meski dia mampu membayar maka tidak masalah mengajukan pembatalan jual beli dengan konsekwensi penjual mengembalikan uang sedangkan pembeli mengembalikan barang.


Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau nampak menunda (pembayarannya), maka penjual diperbolehkan membatalkan. Karena sebagian orang yang suka menunda (pembayaran) kondisinya lebih jelek dibandingkan dengan orang fakir. Karena orang fakir terkadang diberi rizki oleh Allah dana, dia akan melunasinya. Sementara orang yang suka menunda kalau itu menjadi kebiasaannya, sangat sulit untuk melunasinya.

Maka yang kuat adalah penjual diperbolehkan membatalkalnya untuk menjaga hartanya. – juga – disamping menjaga dana penjual agar menjadi efek jera bagi orang yang menunda. Karena kalau orang yang menunda mengetahui, jika dia menunda maka penjualannya akan dicensel, maka dia akan berakhlak dan tidak menunda ke depannya.” Selesai dari ‘Syarkh Mumti’, (8/364).

Apabila pembeli memang tidak mampu membayar maka penanya bisa minta kewenangan perwakilan menjualkan dari pembeli kalau sudah terjual maka penjual hanya boleh mengambil senilai sisa hutang yang belum dibayar oleh pembeli, adapun sisanya maka itu wajib dikembalikan kepada pembeli

Keluar Mani Setelah Mandi Besar

Pertanyaan:

Assalamualaikum Ustadz

Terkadang ketika saya buang air kecil, saya mencium bau mani. Apakah saya harus mandi wajib karena itu?

Jawaban:

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Apabila maksud penanya adalah setelah penanya mandi junub masih keluar lagi mani bersamaan dengan buang kecil maka ini tidak mewajibkan mandi

Dalam penjelasan kitab Zaadul Mustaqni, Syaikh Utsaimin rahimahulahu ta'ala menerangkan"

 ( فإن خرج بعده لم يُعِدهُ )

قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : أي إذا اغتسل لهذا الذي انتقل ( أي المني) ثم خرج مع الحركة فإنه لا يعيد الغسل ، والدليل :

أن السبب واحد ، فلا يوجب غُسلين .

أنه إذا خرج بعد ذلك خرج بلا لذّة ، ولا يجب الغسل إلا إذا خرج بلذّة


Jika setelah itu keluar lagi, maka dia tidak perlu mengulanginya."

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Jika seseorang mandi karena keluar mani, kemudian keluar lagi, maka dia tidak mengulangi mandinya, dalilnya karena sebab yang sama tidak mengharuskan dua kali mandi."

Maksudnya bahwa jika setelah itu keluar mani lagi tanpa rasa nikmat, maka dia tidak wajib mandi. Kecuali jika keluar diiringi kenikmatan.

Lihat Syarh Al-Mumti, Ibnu Utsaimin, 1/281.


Shalat Sambil Duduk Karena Takut Kentut


Pertanyaan:

Takut kentut saat sholat bolehkah sambil duduk?

Jawaban

Kalau memang jelas bahwa bila orang tertentu duduk akan menahan kentutnya yang memang susah untuk dikontrol maka boleh ia shalat sambil duduk.

Syaikh Utsaimin rahimahullahu ta'ala menerangkan:

إذا صلى قاعداً انحبست الريح؟ إن كان الأمر كذلك، فليصل قاعداً، وإن كانت لا تنحبس، فلا فائدة من القعود


Jika ia melaksanakan shalat sambil duduk kentutnya tertahan? Jika perkaranya demikian maka hendaknya ia melaksanakan shalat sambil duduk, apabila tidak tertahan maka tidak ada faedahnya duduk.

Takbir Tanpa Pengeras Suara

Pertanyaan

bagaimana hukum islam mengumandangkan takbir di lingkungan mushola tanpa suara keras seperti toa yang dimulai tanggal 1 dzulhijjah sebelum hari raya idul adha tiba ?

Jawaban:

Takbir di hari-hari tertentu di bulan Dzulhijjah tidak harus memakai pengeras suara.

Dalam riwayat yang dibawakan oleh Imam Bukhari rahimahullahu ta'ala disebutkan


,وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ” وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ: أَيَّامُ العَشْرِ، وَالأَيَّامُ المَعْدُودَاتُ: أَيَّامُ التَّشْرِيقِ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ: «يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ العَشْرِ يُكَبِّرَانِ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا


Berkata Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ta'ala anhuma, “Dan ingatlah oleh kalian di hari hari yang ditentukkan yaitu hari-hari sepuluh, dan hari-hari yang terbatas yaitu hari-hari tasyriq”, Dan dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu anhuma keluar ke pasar di hari-hari sepuluh (Dzulhijjah) dan mereka berdua bertakbir, dan orang-orang ikut bertakbir bersama mereka berdua.

Wallahu ta'ala a'lam

Wanita Memberikan Ceramah di Tempat Umum

Bismillahirrahmanirrahim

Ahsanallaahu ilaika ustadz.


Pertanyaan : Apa hukumnya wanita berdakwah dengan suaranya di sosial media ustadz? Semisal audio kajian tanpa menampilkan dirinya.


Baarakallaahu fiik


Jawaban

Suara wanita bukanlah aurat, meski demikian seorang wanita ketika berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram tidak boleh berbicara dengan suara genit, direndahkan, dihaluskan, dimanja-manjakan, di merdu-merdukan, atau jenis suara lain yang menggoda laki-laki yang bukan mahram tersebut.

Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa pernah menerangkan:

Suara seorang wanita pada dasarnya bukan aurat, tidak diharamkan untuk mendengarnya, kecuali bila dimerdu-merdukan dan manja dalam bicaranya, maka hal itu diharamkan untuk lelaki yang bukan suaminya dan diharamkan bagi para lelaki untuk mendengarkannya kecuali suaminya berdasarkan firman (Allah) Ta'ala  Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga orang yang ada penyakit dalam hatinya berkeinginan, dan ucapkanlah perkataan yang baik


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Abdullah bin Qu'ud Anggota

Abdullah bin Ghadyan Anggota

Abdurrazzaq `Afifi Wakil Ketua

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua

Fatwa al-Lajnah ad-Daimah 17/203 Pertanyaan Kedua dari Fatwa Nomor 8567

Mereka juga menerangkan:

Wanita adalah objek pemenuhan hajat lelaki, mereka akan cenderung kepada wanita karena adanya naluri syahwat. Maka apabila dia berkata-kata dengan genit, fitnahnya akan bertambah. Karena itulah, Allah memerintahkan orang-orang mukmin agar ketika meminta kepada para perempuan suatu keperluan atau benda, agar melakukannya dari belakang tabir. (Allah) Ta'ala berfirman  Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka dan melarang para wanita merendahkan suaranya ketika berbicara dengan lelaki, agar orang yang di hatinya ada penyakit tidak menginginkan mereka. Apabila demikian keadaannya, padahal orang-orang mukmin berada dalam kekuatan dan kemuliaan iman, lalu bagaimana dengan zaman sekarang yang iman sudah melemah dan konsistensi kepada agama sudah minim.


Maka Anda jangan bergaul dengan para lelaki yang bukan mahram, jangan mengobrol dengan mereka kecuali untuk keperluan yang darurat dan tanpa merendahkan dan menghalus-haluskan suara saat berbicara berdasarkan ayat di atas.


Dengan demikian, Anda tahu bahwa hanya sekadar suara yang tidak direndah-rendahkan bukanlah aurat, karena dahulu para wanita berbicara kepada Rasulullah, mereka bertanya tentang permasalahan agama, mereka juga berbicara dengan sahabat untuk keperluan-keperluan mereka, dan hal itu tidak diingkari.


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Abdullah bin Qu'ud Anggota

Abdullah bin Ghadyan Anggota

Abdurrazzaq `Afifi Wakil Ketua

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 17/204 Pertanyaan keempat dari fatwa nomor 5167

Terkait  wanita yang berdakwah dengan suara saja di media sosial maka hal itu bila dilakukan dengan suara tegas dan tidak dengan suara suara yang bisa menggoda laki-laki (sebagaimana yang disebutkan sebagian bentuknya di atas)  maka itu tidak apa-apa. 

Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu ta'ala pernah ditanya:

هل يجوز للمرأة أن تخطب في جمع من الناس فيه رجال ونساء، وبواسطة مكبرات الصوت باسم الدين، وتصوير تلك الندوة كما يسمونها بأفلام الفيديو، ويتم توزيعها داخل وخارج البلد، وكل ذلك باسم الدين؟ وهل في الإسلام قاعدة اسمها: الغاية تبرر الوسيلة؟


Apakah boleh bagi seorang wanita untuk menyampaikan ceramah kepada sekelompok orang yang di situ terdapat para laki-laki dan perempuan. Ceramah itu disampaikan menggunakan pengeras suara, dikatakan bahwa itu dilakukan atas nama agama.

Seminar itu divideokan, mereka menamainya film video, video ini didistribusikan di dalam dan di luar negeri. dikatakan bahwa semua itu dilakukan atas nama agama? Apakah dalam Islam ada kaidah yang dinamakan: tujuan menghalalkan cara?

Beliau menjawab:


 هذه الخطبة لا حرج فيها، كون المرأة تخطب الناس وتذكر الناس وإن كان فيهم رجال، لا مانع من ذلك بالصوت العادي، لا بالخضوع ولا بصوت آخر منكر كما قال جل وعلا: يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا [الأحزاب:32].

فإذا كانت الخطبة قولاً معروفاً ليس فيه شيء مما يعتبر خضوعاً في القول، والمقصود النصيحة، فقد نصح الصحابيات وغير الصحابيات نصحوا الرجال ونصحوا النساء، والله يقول سبحانه: وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ [التوبة:71]، ويقول سبحانه: وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا [فصلت:33] وهذا يعم الرجال والنساء جميعاً، فإذا خطبت وذكرت ودعت إلى الله فلا بأس بذلك بشرط الصيانة والبعد عن الخلوة بأي رجل من غير محارمها، ومع الحجاب، كل هذا لا بأس به.

أما التصوير فهذا هو الذي ينكر، فإنها لا تصور إلا إذا كان تصويرها وهي مستورة متحجبة في وجهها وكل شيء هذا لا يضر تصويرها، لكن جنس التصوير ينبغي ألا يفعل في هذه المسائل، بل ينبغي أن يسجل سماعاً من دون صورة؛


ceramah ini tidak apa-apa. Seorang wanita memberikan ceramah ke orang-orang dan mengingatkan mereka hukumnya tidak apa-apa meskipun diantara pihak yang diceramahi terdapat para laki-laki, dengan catatan ceramah itu disampaikan dengan suara biasa, tidak disampaikan dengan suara rendahdan tidak pula dengan suara yang mungkar. Sebagaimana difirmankan oleh Allah azza wa jalla



يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا



Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,

Apabila ceramah terdiri dari ucapan yang ma'ruf, di dalamnya tidak mengandung sesuatu yang dianggap tunduk dalam ucapan. Ceramah ini dimaksudkan untuk memberi nasehat (maka ini boleh.pent).

Para shahabiyat dan selain shahabiyat mereka menasehati para laki-laki dan para wanita, dan Allah telah berfirman: 

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ

 Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, 


وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا

 Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh,

ayat ini mencakup laki-laki dan perempuan seluruhnya, apabila wanita tersebut memberikan ceramah dan mengingatkan serta mengajak orang-orang kepada Allah  maka itu boleh dengan syarat menjaga diri dan jauh dari khalwat dengan lelaki manapun yang bukan mahramnya, wanita itu juga perlu berhijab. ini semua dibolehkan

Adapun memvideokan maka ini yang diingkari, wanita itu tidak boleh divideokan kecuali jika dia dalam keadaan tertutup dan berhijab (termasuk wajahnya ditutup), bila demikian maka boleh divideokan, namun pengambilan video selayaknya tidak dilakukan di masalah semacam ini, selayaknya ini direkam suara saja tanpa gambar...https://binbaz.org.sa/fatwas/6093/حكم-محاضرة-المراة-للرجال-وتصوير-المحاضرة

Apabila suara da'iyah ini dikhawatirkan menimbulkan fitnah bagi  para lelaki yang mendengarnya (berdasarkan penelitian)  maka bisa dipertimbangkan lagi untuk memperdengarkan suara ceramah hanya untuk para wanita, apabila masih tetap tersebar suaranya di media sosial maka itu di luar tanggung jawab dari da'iyah tersebut.

Wallahu ta'ala a'lam 


 

Puasa Muharram

Bismillahirrahmanirrahim

Semoga Allah senantiasa menjaga ustadz dari bahaya agama dan dunia.


Pertanyaan : Ana pernah mendengar bahwa, kita boleh melakukan saum(puasa) dalam dua bentuk:

Cara pertama : 9 dan 10 Muharram.

Atau

Cara kedua : 10 dan 11 Muharram.


Yang ingin ana tanyakan, manakah yang lebih afdal ustadzy?


Baarakallaahu fiik.


Jawaban


Kalau bisa tiga hari (9,10 dan 11 Muharram) maka itu bagus, kalau cuma bisa dua hari saja maka berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram, kalau bisa hanya sehari maka bisa berpuasa tanggal 10 saja.

Ulama' yang duduk di Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa pernah ditanya:

Apakah puasa hari Asyura itu pada hari kesembilan dan kesepuluh, kesepuluh dan kesebelas atau ketiga hari tersebut semuanya?


Mereka menjawab: Puasa Asyura, yaitu pada hari kesepuluh bulan Muharam, adalah sunah muakad. Lebih bagus lagi, seseorang hendaknya juga berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam agar berbeda dengan Yahudi. Namun, apabila seseorang berpuasa pada tiga hari tersebut semuanya, maka hal itu lebih sempurna sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu al Qayyim dalam Zadul Ma’ad


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Bakar Abu Zaid Anggota

Shalih al-Fawzan Anggota

Abdullah bin Ghadyan Anggota

Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Wakil Ketua

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 9/310 Pertanyaan Kedua dari Fatwa Nomor 18547


Apakah Perlu Sujud Syukur


Setelah dijauhkan oleh Allah dari perkara yang diinginkan pada saat sholat Istikharah, bolehkah kita sujud syukur karena telah dijauhkan dari sebuah perkara walaupun itu yang diinginkan (karena optimis rencana Allah pasti lebih baik)? Jadi bukan karena kesenangan dimudahkan jalannya

Jawaban

Disunnahkan sujud syukur disebabkan itu. Ulama' yang duduk di Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya:

Bagaimana cara sujud syukur dan kapan dianjurkan untuk melakukannya? Apa doa yang dibaca di dalamnya? Kami mohon penjelasan atas hal ini dengan lengkap dan rinci.

Mereka menjawab: Sujud syukur dianjurkan ketika seorang muslim mendapatkan sebuah karunia yang diharapkan dan dinantikan, atau ketika selamat dari sebuah bencana dan sesuatu yang tidak disukai yang telah menimpa hampir mengenai dirinya. Saat dia mengalami salah satu dari kedua kondisi itu, disunnahkan baginya untuk melakukan sujud satu kali kepada Allah sambil mengucapkan tasbih, serta bersyukur atas anugerah yang diraih dan terhindar dari bencana. Untuk melakukan sujud ini tidak disyaratkan harus mengambil wudu terlebih dahulu.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Abdullah bin Ghadyan (Anggota) 

Abdurrazzaq Afifi (Wakil Ketua) 

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua) 

Fatwa Nomor: 14216

Wallahu ta'ala a'lam

Mendoakan Saudara Yang Telah Meninggal

Apakah boleh mendoakan secara khusus untuk kakak yg sudah meninggal?


Jawaban

Kalau maksud penanya adalah mendoakan dengan lafadz doa yang biasa (misalnya ya Allah ampunilah saudaraku fulan bin fulan) maka itu tidak apa. Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu ta'ala menerangkan:


لا بأس أن يدعو للميت في الصلاة وفي خارج الصلاة، يقول: اللهم اغفر لي ولوالدي في التحيات، بين السجدتين، في السجود، اللهم اغفر لأخي فلان، اللهم اغفر لشيخي فلان

Tidak apa-apa seseorang mendoakan kebaikan untuk orang yang telah meninggal, baik itu dalam shalat atau di luar shalat. Misalnya ia mengatakan saat tahiyyat, saat duduk diantara dua sujud, saat sujud: "ya Allah ampunilah saya dan kedua orang tua saya" atau ucapan:" ya Allah ampunilah saudara saya fulan, ya Allah ampunilah guru saya fulan".   https://binbaz.org.sa/fatwas/17370/حكم-الدعاء-للميت-في-الصلاة

Wallahu ta'ala a'lam 


Apakah Dia Mahram

Bismillahirrahmanirrahim

Ahsanallaahu ilaik ustadz.


Pertanyaan : Saya tidak lama ini disampaikan oleh ibu saya bahwa, salah satu dari bibi saya(kakak perempuan ayah saya) qaddarallah merupakan anak hasil pemerkosaan dari nenek saya. Di mana dahulu nenek saya (mohon maaf) diperkosa oleh seseorang sehingga lahir bibi saya yang ini. Artinya, ayah saya dan bibi saya yang ini seibu namun beda bapak. Dari sini saya izin menanyakannya dua pertanyaan ustadz:

1. Apakah ayah saya dan bibi saya ini adalah mahram? Karena mereka beda bapak namun seibu.


2. Apakah anak perempuan dari bibi saya ini mahram kepada ayah saya? 


Baarakallaahu fiik. 


Jawaban:

الله يحسن إليك


Surat An-Nisa Ayat 23

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا


Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Syaikh Muhammad bin al-Mukhtar asy-Syinqiti menerangkan tentang siapa saja mahram di kitab Syarh Zad al-Mustaqni':

فالأخت محرم لك سواءً كانت شقيقةً أو كانت لأب أو كانت لأم.

Saudari adalah mahram anda baik itu saudari kandung, saudari seayah dan saudari seibu.

Jadi ayah dan bibi penanya adalah mahram. Anak perempuan dari bibi penanya juga mahram untuk ayah penanya.

Wallahu ta'ala a'lam 





Tekanan Keluarga Setelah Muallaf

Assalamualaikum pak uztad, saya wanita mualaf berusia 24 tahun. Saya mengalami kendala dalam sholat karena hidup di tengah keluarga yang non Islam garis keras. Bahkan hampir beberapa waktu saya tak bisa sholat 5 waktu sama sekali. Saya hanya bisa melakukan amalan amalan ringan seperti membaca Alquran, dzikir untuk mengisi hari hari saya dan saya lakukan dengan cara diam diam. Bahkan jika ketahuan kakak saya, saya akan disindir, diolok olok, dan ditertawakan,namun dia pun tidak berani melaporkan kepada orang tua saya dan masih menjaga rahasia saya (pindah keyakinan). Hal itu membuat saya putus asa dalam beribadah. Pertanyaan saya, apakah amalan saya tersebut bisa diterima Allah SWT, disaat saya pun jarang sholat bahkan sama sekali tidak menunaikan ibadah tersebut akibat keterbatasan saya. Saya harus bagaimana pak ustadz? Apakah ada amalan lain 

penebus sholat yang besar pahala nya setara di sisi Allah SWT? Terima kasih


Jawaban

Tekanan keluarga ketika seseorang menerima Islam memang diterima oleh sebagian muallaf. Namun tekanan itu jangan sampai membuat penanya dan orang-orang yang baru masuk Islam mundur dan kembali meninggalkan Islam.

Dalam salah satu riwayat shahih disebutkan tentang ibu dari sahabat Sa'ad bin Abi Waqqash yang  menentang dengan keras  islam Sa'ad bin Abi Waqqash.


حَلَفَتْ أُمُّ سَعْدٍ أَنْ لا تُكَلِّمَهُ أَبَدًا حتَّى يَكْفُرَ بدِينِهِ، وَلَا تَأْكُلَ وَلَا تَشْرَبَ، قالَتْ: زَعَمْتَ أنَّ اللَّهَ وَصَّاكَ بوَالِدَيْكَ، وَأَنَا أُمُّكَ، وَأَنَا آمُرُكَ بهذا، قالَ: مَكَثَتْ ثَلَاثًا حتَّى غُشِيَ عَلَيْهَا مِنَ الجَهْدِ، فَقَامَ ابْنٌ لَهَا يُقَالُ له: عُمَارَةُ، فَسَقَاهَا، فَجَعَلَتْ تَدْعُو علَى سَعْدٍ، فأنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ في القُرْآنِ هذِه الآيَةَ: {وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي} [العنكبوت: 8]، وَفِيهَا {وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا} [لقمان: 15].


“Ummu Sa’d bersumpah untuk tidak berbicara dengan Sa'ad selamanya hingga Sa'ad kembali ke kekafiran dan kufur terhadap Islam. Ia juga tidak mau makan dan minum. Ummu Sa’d berkata : ‘Engkau pasti tahu bahwa Allah telah menyuruhmu untuk berbuat baik kepada kedua orang tuamu. Dan aku adalah ibumu dan aku menyuruhmu untuk itu (kembali kafir dari agama Islam)’. Selama tiga hari Ummu Sa’d hanya diam tidak mau makan dan minum hingga keadaannya sangat kepayahan. Ketika salah seorang anaknya yang bernama ‘Umarah ingin memberinya minum, ia malah mendoakan kecelakaan bagi Sa’d. Hingga Allah ‘azza wa jalla pun menurunkan ayat ini dalam Al-Qur’an : ‘Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku’ – dan diantaranya terdapat ayat : ‘dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik’. 

Penanya tetap perlu melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim dengan sembunyi-sembunyi, seperti shalat dan selainnya. Bila perlu penanya keluar rumah supaya tidak diketahui oleh keluarganya sedang melaksanakan kewajiban Islam.

Apabila memungkinkan maka penanya tinggal terpisah dengan keluarganya, bisa dalam rangka sekolah di daerah lain atau dalam rangka bekerja. Bila perlu penanya menghubungi komunitas-komunitas yang membantu para muallaf.

Semoga Allah ta'ala mudahkan penanya untuk melaksanakan Islam tanpa ada gangguan. 

Kapan Orang Yang Shalat Sendirian Membaca Bacaan Berikut 

Bismillahirrahmanirrahim

Semoga Allah mengistikamahkan ustadz di atas jalan para sahabat.


Izin bertanya ustadz, kapankah seorang yang salat sendirian membaca ucapan 'rabbana lakal hamdu'? Apakah bacaan ini dibaca langsung setelah 'samiallaahuliman hamidah' walaupun badan belum tegak, ataukah pas badan tegak dibaca ustadz?


Baarakallaahu fiik.

Jawaban

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه


Dalam ringkasana kitab Zad al-Mustaqni' (Ibnul Qayyim) disebutkan keterangan yang artinya:

Beliau mengangkat kepala seraya mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah” sambil mengangkat kedua tangan beliau, dan lebih dari tigapuluh rawi yang telah meriwayatkan bahwa beliau mengangkat tangan pada tiga keadaan, salah satunya adalah saat bangun dari ruku’. Dan terdapat sepuluh riwayat yang telah disepakati yang tidak ada satupun riwayat yang bertentangan dengan riwayat tersebut. Maka perbutan ini tetap beliau lakukan hingga meninggal dunia.

Saat sesudah tegak berdiri beliau mengucpkan: “Rabbana wa lakal hamdu” atau “ Rabbana lakal hamdu” atau “Allahumma rabbana lakal hamdu”.


Wallahu ta'ala a'lam

Dipaksa Untuk Mengikuti Metode Hisab

Assalamualaikum Ustadz, semoga Allah senantiasa menjaga anda. 


Saya ingin bertanya Ustadz, tahun ini saya selalu menggunakan metode ru'yah untuk penentuan awal puasa dan idul adha. Orang tua saya selalu bersikeras menggunakan metode hisab. Jika saya tidak menggunakan metode hisab seperti yang mereka lakukan, saya diancam bahwa Ayah saya akan keluar dari pekerjaannya dan tinggal berjauhan di luar kota, serta ibu saya tidak menganggap saya sebagai anak yang berbakti. Mereka juga sulit diajak berdiskusi karena bersikeras bahwa metode yang mereka gunakan sudah benar, apalagi mengingat saya masih bersekolah.


Apakah saya harus tetap menggunakan metode ru'yah? Mohon nasihatnya Ustadz.


Jawaban:

Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan. Kami pribadi condong ke penggunaan metode ru'yah. 

Ulama' yang duduk di Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa pernah ditanya:

Saya telah melakukan operasi pada bulan Ramadhan dan sekarang ingin mengqada puasa. Perlu diketahui bahwa kaum Muslimin yang ada di kota saya terbagi menjadi dua kelompok: Kelompok pertama sudah menyelesaikan puasa karena mengikuti Saudi dan beberapa negara Islam lain (berpuasa 29 hari), sementara kelompok kedua menyempurnakan bulan (berpuasa 30 hari) karena mengikuti Aljazair. Perlu dicatat bahwa Aljazair menentukan awal dan akhir bulan-bulan Kamariyah dengan menggunakan hisab falak. Pertanyaannya adalah, berapa hari saya harus mengqada puasa? 29 hari atau 30 hari?


Mereka menjawab: Hisab falak tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan. Yang dijadikan sebagai acuan adalah melihat bulan. Oleh karena itu, jika orang-orang belum melihat hilal Ramadhan pada malam 30 Sya'ban, maka mereka harus menyempurnakan Sya'ban menjadi 30 hari, dihitung dari awal Sya'ban. Begitu juga jika mereka belum melihat hilal bulan Syawal pada malam 30 Ramadhan, mereka harus menyempurnakan Ramadhan menjadi 30 hari. Oleh karena itu, Anda harus melaksanakan puasa Ramadhan sebanyak 29 hari untuk mengqadha puasa Ramadhan yang Anda tinggalkan karena operasi, dengan mengikuti negara yang penduduknya mengerjakan puasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal.


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Abdullah bin Qu'ud

Abdullah bin Ghadyan

Abdurrazzaq Afifi

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah  10/108 Fatwa Nomor 3127


Kalau penanya menguatkan pendapat yang menggunakan ru'yah maka penanya bisa berusaha untuk mengamalkan konsekwensinya secara rahasia supaya tidak diketahui oleh orang tua. Kami sarankan juga kepada penanya untuk mengundang Ulama yang disegani oleh orang tua penanya supaya mereka tercerahkan bahwa tidak boleh memaksa anak untuk ikut pendapat sejenis itu

Puasa Dzulhijjah


Pertanyaan:


Kapan dimulainya puasa pada bulan Dzulhijjah? Apakah dari tgl 1 s/d tgl. 9, atau hanya pada tgl 9 saja.



Jawaban:

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ


Tidak ada satu hari pun yang Amalan Shaleh dilaksanakan didalamnya yang Allah lebih cintai dari sepeuluh hari ini. HR. Tirmidzi no.757


Maksudnya, amalan shaleh pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah adalah lebih dicintai Allah dari pada amalan shaleh yang dilakukan pada waktu yang lainnya. Dalam hadits ada perkecualian, yaitu orang yang berjihad dengan diri dan hartanya kemudian tidak kembali dengan apapun.


Berdasarkan hadits diatas 10 puasa bulan Dzulhijjah disyariatkan sejak tanggal satu Dzulhijjah dan diakhiri pada tanggal 9 Dzulhijjah, adapun tanggal sepuluh Dzulhijjah maka dia tidak disyariatkan karena itu adalah hari Idul Adha yang memang diharamkan berpuasa.


Jadi penyebutan sepuluh dalam masalah puasa dimaksudkan hanya sembilan hari dimulai dari tanggal satu Dzulhijjah.


Kalau seseorang mampu maka bagusnya dia berpuasa sembilan hari tersebut, kalau seandainya dia hanya mampu pada tanggal sembilan saja maka itu tidak apa-apa. Lihat keterangan syaikh Ibnu Baz dalam bahasa Arab di http://www.binbaz.org.sa/mat/17194


Jam Shalat Terbentur Waktu Berangkat Kerja

Bismillahirrahmanirrahim.

Semoga Allah senantiasa menjaga ustadz dari fitnah agama.


Izin bertanya ustadz, bagaimana hukumnya seorang pekerja shift pagi salat Subuh sebelum masuk waktunya? Pekerja ini akan keluar rumah jam 05.30pagi dengan menaiki bis dan akan tiba di tempat kerjanya kurang lebih jam 06:50 hingga 07:00 pagi, sementara waktu Subuh adalah sekitar jam 06:00pagi. Pertanyaan ana, bolehkah pekerja ini salat sebelum waktu dengan alasan ini? Ataukah dia harus salat di dalam bis atas bagaimana ustadz?


Baarakallaah fiik.

Jawaban:

Aamiin ya Rabbal 'aalamiin wa iyyakum

Hukum asalnya shalat telah ditentukan waktunya oleh Allah ta'ala. Allah Ta’ala berfirman,

إن الصلاة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا  

“Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” QS. An-Nisaa’: 103.

Oleh karena itu bila memang jam tersebut sudah dipastikan terbit fajar shadiq maka tidak boleh melaksanakan shalat subuh atau shalat fajar sebelum itu.

Untuk mensiasati hal ini maka kami sarankan untuk melaksanakan shalat subuh di kendaraan. Memang Hukum asal sholat diatas kendaraan hanyalah boleh untuk sholat yang tidak wajib, berdasarkan riwayat:

قَالَ ابْنُ عُمَرَ: «وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَبِّحُ عَلَى الرَّاحِلَةِ قِبَلَ أَيِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ، وَيُوتِرُ عَلَيْهَا، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يُصَلِّي عَلَيْهَا المَكْتُوبَةَ

Berkata, Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat sunnat diatas tunggangan Beliau ke arah mana saja menghadap dan juga melaksanakan shalat witir di atasnya. Hanya saja Beliau tidak melaksanakan yang demikian untuk shalat wajib". HR. Bukhari no.1098 dan Muslim no.700 lafadz diatas adalah lafadz Bukhari

Meski demikian, beberapa ulama' berpandangan boleh shalat fardhu di kendaraan dalam keadaan tertentu, berikut ini keterangan imam an-Nawawi yang kami terjemahkan:

Ulama' madzhab Syafi'i mengatakan: apabila masuk waktu sholat wajib sedangkan mereka dalam perjalanan dan takut terpisah dari rombongannya atau takut untuk keamanan diri dan hartanya saat berhenti untuk sholat pada waktunya di pemberhentian maka tidak boleh baginya meninggalkan sholat dan membiarkan waktu sholat habis, akan tetapi ia melaksankan sholat di atas kendaraan demi menghormati waktu sholat. Wajib atasnya kala itu untuk mengulangi shalatnya karena ini adalah alasan yang jarang terjadi. Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab 3/242, Dar al-Fikr

Kami pribadi condong kepada pendapat imam Nawawi (rahimahullahu ta'ala) ini sebagai solusi untuk masalah yang penanya hadapi.

Semoga Allah ta'ala mudahkan Penanya dan kaum Muslimin untuk melaksanakan syariat Allah ta'ala 


Orang Junub Ingin Membaca Dari Mushaf

بسم الله الرحمن الرحيم 

Semoga Allah mengistikamahkan ustadz di atas manhaj salaf.


Ana izin bertanya ustadz, sahkah wudunya orang yang dalam keadaan junub? Misal, seseorang dalam keadaan junub dan ingin membaca Alquran dengan memegang mushaf.


Baarakallaahu fiik. 


Jawaban

وفيك بارك الله تعالى

Aamiin ya Rabbal Aalamiin

Apabila maksud penanya adalah junub sebagaimana yang disampaikan oleh syaikh Ibnu Baz rahimahullahu ta'ala berikut:


الجنابة وصف للرجل والمرأة إذا حصل منهما جماع، أو نزول المني بشهوة ولو من غير جماع. والواجب عليهما بذلك: الغسل، كما قال الله : وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا الآية [المائدة: 6]، وقال تعالى في سورة النساء: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا الآية [النساء: 43].


Janabah/junub adalah pensifatan untuk laki-laki dan perempuan jika terjadi hubungan atau  keluarnya mani  didorong syahwat meski tidak ada hubungan jima'. Keduanya wajib untuk mandi besar disebabkan itu, Allah ta'ala telah berfirman di surat al-Maidah ayat 6 :

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا الآية 

Dan jika kalian junub maka mandilah

Allah ta'ala berfirman juga di surat an-Nisa' ayat 43:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kalian dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi.

Bila demikian maka tidak boleh memegang mushaf dan membaca al-Qur'an kecuali bila orang yang junub itu sudah mandi besar. 

Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu ta'ala menerangkan yang artinya:

Seorang muslim tidak boleh menyentuh mushaf Al-Qur'an jika dia tidak memiliki wudu. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, pendapat empat Imam mazhab, dan fatwa para sahabat Nabi 'Alaihi ash-Shalatu wa as-Salam. Ada sebuah hadis sahih tentang masalah ini dari Amr bin Hazm Radhiyallahu `Anhu,  Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengirim surat kepada penduduk Yaman agar tidak ada menyentuh Al-Quran kecuali orang yang sedang dalam keadaan suci."

Ini adalah hadis baik dengan sanad yang saling menguatkan satu sama lain. Dengan demikian, diketahui bahwa seorang muslim tidak boleh menyentuh mushaf (Al-Qur'an) kecuali jika dia dalam kondisi suci dari hadas besar dan hadas kecil. Begitu juga memindah Al-Qur'an dari satu tempat ke tempat yang lain jika orang yang memindahkannya tidak sedang dalam keadaan suci. Namun, jika seseorang menyentuh atau memindah Al-Qur'an dengan perantara, seperti dengan menggunakan lipatan kain, kaus tangan atau gantungan, maka hukumnya tidak apa-apa. Adapun jika dia menyentuhnya langsung sementara dia tidak sedang dalam keadaan suci, maka menurut pendapat yang benar dan diikuti mayoritas ulama hukumnya tidak boleh seperti yang kami jelaskan sebelumnya. 

Mengenai membaca Al-Qur'an, seseorang boleh membaca Al-Qur'an meskipun dia tidak sedang dalam keadaan suci, baik dia membaca dengan hafalan maupun membaca langsung dari mushaf tetapi ada orang yang membantu memegang dan membukakan mushaf untuknya. 

Namun, orang yang memiliki hadas besar karena junub tidak boleh mambaca Al-Qur'an karena ada riwayat dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bahwa tidak ada yang menghalanginya dari membaca Al-Qur'an kecuali janabah. Ada pula riwayat Ahmad dengan sanad "baik" dari Ali Radhiyallahu `Anhu bahwa pada suatu ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam keluar dari WC sambil membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Rasulullah kemudian bersabda,  "Ini (membaca Al-Qur'an) adalah bagi orang yang tidak sedang junub". Adapun orang yang sedang junub, maka dia tidak boleh (membaca Al-Qur'an) meskipun hanya satu ayat.

Maksudnya adalah bahwa orang yang sedang junub tidak boleh membaca Al-Qur'an, baik langsung dari mushaf maupun dengan menghafal, sampai dia mandi junub. Adapun orang yang berhadas kecil dan tidak sedang junub boleh membaca Al-Qur'an dengan cara menghafal dan tidak boleh menyentuh mushaf. Di sini ada sebuah persoalan yang berhubungan dengan masalah ini, yaitu masalah wanita yang sedang haid dan nifas. Apakah mereka boleh mambaca Al-Qur'an atau tidak boleh? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang berpendapat bahwa wanita yang sedang haid dan nifas tidak boleh membaca Al-Qur'an seperti halnya orang yang sedang junub. Pendapat kedua mengatakan bahwa wanita yang sedang haid dan nifas boleh membaca Al-Qur'an dengan hafalan tanpa menyentuh mushaf karena masa haid dan nifas sangat lama dan tidak seperti junub. 

Hal itu karena orang yang sedang junub bisa langsung mandi dan membaca Al-Qur'an sementara wanita yang sedang haid dan nifas tidak dapat mandi kecuali setelah suci. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid dan nifas tidak boleh disamakan dengan orang yang sedang junub berdasarkan alasan di atas. Jadi, yang benar adalah wanita yang sedang haid dan nifas boleh membaca Al-Qur'an dengan menghafal. Inilah pendapat yang paling kuat karena tidak ada dalil yang melarang hal itu. 

Sebaliknya, dalil-dalil yang ada membolehkan hal itu. Ada sebuah hadis sahih di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda kepada Aisyah ketika dia haid saat mengerjakan ibadah haji,  Lakukan semua yang dilakukan orang yang beribadah haji kecuali bertawaf di sekeliling Ka'bah hingga kamu suci. Orang yang sedang haji boleh membaca Al-Qur'an dan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak mengecualikannya. Hal itu menunjukkan bahwa orang yang haid boleh membaca Al-Qur'an. Rasulullah juga bersabda demikian kepada Asma` binti 'Umais ketika dia melahirkan Muhammad bin Abu Bakar saat dia sedang berada di mikat saat mengerjakan haji wadak. Ini menunjukkan bahwa wanita yang sedang haid dan nifas boleh membaca Al-Qur'an, tetapi dengan tanpa menyentuh mushaf. 

Adapun hadis Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda,  Seorang yang haid dan junub tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-Qur'an adalah hadis daif (lemah) karena dalam sanadnya terdapat Ismail bin 'Ayyasy dari Musa bin 'Uqbah. Sementara itu, para ulama hadis menganggap lemah riwayat Ismail yang berasal dari dari Penduduk Hijaz. Mereka berkata, "Dia adalah orang baik saat meriwayatkan dari penduduk Syam, penduduk negerinya sendiri. Namun, dia daif (lemah) saat meriwayatkan dari penduduk Hijaz," padahal hadis ini dia riwayatkan dari penduduk Hijaz. Dengan demikian, hadis ini riwayatnya daif (lemah). Fatawa Ibnu Baz 4/384

Wallahu ta'ala a'lam


Apakah Wajib Mengikuti Suami Tinggal di Tempat Yang Jauh

Pertanyaan:

Jika suami memaksakan kehendak untuk tinggal bersama di daerah terpencil, sedangkan kami memiliki anak. Apakah saya ttp harus menurutinya?

Jawaban

Suami berhak untuk ditaati oleh istri dalam hal tempat tinggal di suatu daerah selama tidak ada pelanggaran syariat yang terjadi di tempat tinggal tersebut: contoh pelanggarannya  adalah bila suami memaksa istri tinggal bersama dengan keluarga suami di kediaman yang tidak membuat nyaman istri seperti bersatunya semua fasilitas keluarga. Termasuk pelanggaran juga bila tempat tinggal yang baru itu berada di daerah yang merusak agama dan akhlak seseorang. Termasuk juga pelanggaran bila saat menikah istri mensyaratkan supaya ia bisa tinggal di tempat  tertentu kemudian suami menyetujuinya , maka kala itu suami wajib untuk memegang ucapannya dan memenuhi syarat yang telah diajukan:


Imam Malik menerangkan dalam kitab al Mudawwanah


وللزوج أن يظعن بزوجته من بلد إلى بلد وإن كرهت


Suami berhak pergi bersama istrinya dari suatu negara ke negara lain, meski jika istri tidak menyukai kepergian ini

Apabila terjadi pelanggaran maka istri berhak menolak untuk tinggal di tempat yang  diinginkan suami. Wallahu ta'ala a'lam


   

Mengamalkan Pendapat Lain Karena Was-Was

6/25/2022 22:10:25

Assalamu'alaikum, bila seorang terkena penyakit was was, bolehkah dia mengambil pendapat ulama yg paling ringan untuk sementara hingga was was nya hilang? Jazakumullah khairan.


Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Syaikh Utsaimin menerangkan:


أما إذا لم يقم الدليل على وجود شبهة كان ذلك وسواسا وتعمقا, لكن إذا وجد ما يوجب الاشتباه فإن الإنسان مأمور بالورع وترك المشتبه


Jika tidak ada dalil yang mengarahkan ke syubhat maka itu masuk ke dalam masalah was was dan pendalaman ( yang tidak perlu didalami), namun bila ada hal yang memunculkan syubhat maka seseorang diperintahkan untuk bersikap wara' dan meninggalkan hal syubhat. Syarh al-Arbain an-Nawawiah 129

Idealnya kita melawan was-was karena itu tidak didasari oleh dalil dan bukti. Terkait mengamalkan pendapat Ulama' yang paling ringan saat was was. Sebenarnya kita perlu mengamalkan pendapat yang lebih kuat yang diiringi dalil. 

Imam Al-Shawkani menerangkan dalam kitab Irsyad al-Fuhul: 


وَمَنْ نَظَرَ فِي أَحْوَالِ الصَّحَابَةِ، وَالتَّابِعِينَ، وَتَابِعِيهِمْ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ، وَجَدَهُمْ مُتَّفِقِينَ عَلَى الْعَمَلِ بِالرَّاجِحِ، وَتَرْكِ الْمَرْجُوحِ


Dan barang siapa yang melihat keadaan para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan orang-orang yang mengikuti para pengikut tersebut, serta orang-orang setelahnya, dia akan  mendapati mereka bersepakat untuk mengamalkan pendapat yang kuat dan meninggalkan pendapat yang lemah.


Dalam Encyclopedia of Fiqh disebutkan: 


قَال الزَّرْكَشِيُّ: إِذَا تَحَقَّقَ التَّرْجِيحُ وَجَبَ الْعَمَل بِالرَّاجِحِ، وَإِهْمَال الآْخَرِ، لإِجْمَاعِ الصَّحَابَةِ عَلَى الْعَمَل بِمَا تَرَجَّحَ عِنْدَهُمْ مِنَ الأْخْبَارِ ... اهـ.


Hukum mengamalkan pendapat yang kuat .

Al-Zarkashi berkata: Jika terbukti pendapat yang rajih maka wajib mengamalkan  yang rajih, dan mengabaikan yang lain, Ini didasari kesepakatan para Sahabat yang mengamalkan khabar-khabar yang rajih menurut mereka


Bisa jadi pendapat yang lebih kuat itu karakternya lebih ringan dibanding pendapat lain atau bisa juga sebaliknya. Oleh karena itu kami belum bisa memastikan jawaban bila belum memperoleh informasi lengkap kejadian apa yang dialami oleh penanya.

Wallahu ta'ala a'lam 

Jika Salah Satu Pasangan Hidup Murtad

6/26/2022 23:52:52

Assalamu'alaikum Ustadz, Saya ingin bertanya:

1.)apa status hubungan suami istri yg salah satunya murtad, tpi tetap tidur sekamar ?

2.)Dan juga kalau pasangan suami istri ini masih berhubungan badan, Apa status hubungan suami istri ini?

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته


Asy Syairazi Asy Syafi’i berkata dalam Kitabnya at-Tanbih (165):


وإن ارتد الزوجان المسلمان ، أو أحدهما ، قبل الدخول : تعجلت الفرقة

وإن كان بعد الدخول : وقفت الفرقة على انقضاء العدة ، فإن اجتمعا على الإسلام قبل انقضائها: فهما على النكاح, وإن لم يجتمعا قبل انقضاء العدة : حكم بالفرقة


“Jika sepasang suami istri yang muslim atau salah satu dari keduanya yang murtad, sebelum berhubungan suami istri, maka segera untuk dipisahkan.

Namun jika kemutadan tersebut terjadi setelah berhubungan suami istri, maka perpisahan tersebut bergantung pada masa iddah, jika keduanya kembali lagi kepada Islam sebelum berakhirnya masa iddah, maka keduanya masih tetap pada pernikahan sebelumnya. Namun jika mereka belum kembali lagi kepada Islam sampai masa iddah berakhir, maka pernikahannya menjadi batal”.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata di dalam Al Mughni (7/174):


فإن ارتد الزوجان معا، فحكمهما حكم ما لو ارتد أحدهما؛ إن كان قبل الدخول تعجلت الفرقة، وإن كان بعده، فهل تتعجل، أو يقف على انقضاء العدة؟ على روايتين. وهذا مذهب الشافعي. قال أحمد، في رواية ابن منصور: إذا ارتدا معا، أو أحدهما، ثم تابا، أو تاب، فهو أحق بها، ما لم تنقض العدة


“Jika sepasang suami istri murtad secara bersamaan, maka hukumnya sama dengan jika salah satu dari keduanya yang murtad, jika kemurtadan itu terjadi sebelum adanya hubungan suami istri, maka pernikahannya segera batal. Namun jika setelah hubungan suami istri, apakah apakah pernikahannya juga batal atau bergantung pada berlalunya masa iddah ? ada dua pendapat. Inilah madzhab Syafi’i. Ahmad berkata dalam riwayat Ibnul Manshur: “

“Jika masing-masing suami istri atau salah satunya menjadi murtad, kemudian bertaubat maka dia yang lebih berhak dengan (istri)nya, selama masa iddahnya belum berlalu”.

Dalam madzhab Hanafi dan Maliki Ulama'nya berpandangan bahwa apabila salah satu pasangan hidup atau keduanya murtad maka nikahnya batal secara otomatis meski sudah melakukan hubungan suami istri ketika masih menjadi suami-istri yang sah. bisa merujuk ke al-Mughni 1/133, al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah 22/198, al-Inshof 8/216, Kasysyaf al-Qina' 5/121, Tuhfatul Muhtaj 7/328, al-Fatawa al-Hindiyah 1/339, Hasyiyah ad-Dasuqi 2/270 


Apabila kita mengambil pendapat Ulama' madzhab Hanafi dan Maliki maka persetubuhan yang terjadi setelah talak hukumnya zina, apabila kita merujuk ke pendappat madzhab Syafi'i maka seharusnya orang yang murtad dipisahkan dari pasangannya sampai dia masuk Islam lagi sebelum masa iddah habis 

Dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah disebutkan 7/34:

 فإذا ارتد أحدهما وكان ذلك قبل الدخول انفسخ النكاح في الحال ولم يرث أحدهما الآخر 

وإن كان بعد الدخول : قال الشافعية - وهو رواية عند الحنابلة - حيل بينهما إلى انقضاء العدة , فإن رجع إلى الإسلام قبل أن تنقضي العدة فالعصمة باقية , وإن لم يرجع إلى الإسلام انفسخ النكاح بلا طلاق

Oleh karena itu termasuk kesalahan ketika seseorang murtad kemudian dibiarkan masih tidur bersama dengan pasangannya. Wallahu ta'ala a'lam  

Waktu Shalat Subuh

Pertanyaan:

6/27/2022 15:33:57

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Semoga Allah istikamahkan ustadz untuk menjalankan seluruh kewajibannya.


Saya ingin bertanya ustadz, benarkah batas akhir waktu Subuh adalah Syuruk? Biasanya di jadwal waktu salat ada tertulis waktu Subuh jam 5:55 misalnya dan disamping itu ditulis waktu Syuruk jam 7:08 misalnya, maka dalam keadaan ini apakah batas waktu salat Subuh adalah jam 7:08 ustadz?


Baarakallaahu fiik.


Jawaban:

Waktu subuh: mulai sejak terbit fajar yang kedua hingga terbitnya matahari, shalat ini lebih baik disegerakan, dan jumlahnya dua rakaat.

Dari Buraidah radhiyallahu ta'ala anhu dari Nabi ﷺ‬ bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada beliau tentang waktu shalat, beliau berkata padanya: ((Shalatlah bersama kami dua hari ini)), tatkala matahari tergelincir beliau menyuruh Bilal untuk adzan, lalu memerintahkannya agar iqamah untuk shalat dhuhur, kemudian menyuruhnya agar iqamah untuk shalat asar ketika matahari masih tinggi, putih dan cerah, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat magrib ketika matahari telah tenggelam, kemudian menyuruhnya iqamah untuk shalat isya ketika hilang mega merah, kemudian menyuruhnya iqamah utuk shalat subuh ketika terbit fajar. Pada hari kedua, beliau menyuruhnya shalat dhuhur ketika hari sudah agak sore, dan shalat asar ketika matahari masih tinggi, di mana beliau mengakhirkan pelaksanaan shalat lebih dari hari sebelumnya, dan shalat magrib dilaksanakan sebelum hilangnya mega merah, dan shalat isya' setelah sepertiga malam berlalu, dan shalat subuh setelah suasana agak terang. Kemudian beliau bersabda: ((Di manakah orang yang (sebelumnya) bertanya tentang waktu shalat?)) lalu seseorang berkata: "Saya wahai rasulullah!, beliau bersabda: ((Waktu shalat kalian antara yang kalian lihat)). (HR. Muslim no.613)

Terkait waktu syuruq yang disebutkan oleh penanya, secara bahasa syuruq itu bisa bermakna waktu terbit matahari namun maka kami belum bisa memastikan jam tersebut mengingat kami tidak tahu jadwal yang dimaksud oleh penanya, namun penanya bisa mengecek, bila memang di jam itu matahari terbit berarti memang itu maksudnya adalah waktu matahari terbit. 


Putri Menjadi Imam Ibunya

6/26/2022 19:10:58

Bismillahirrahmanirrahim.

Semoga Allah menganugerahi ustadz untuk melihat Wajah Allah kelak 

Izin bertanya ustadz, apa hukumnya anak perempuan yang sudah baligh mengimami ibunya dalam salat wajib maupun sunnah? Dan bolehkah posisi safnya si anak di depan dan si ibu di belakang, karena terbatasnya ruang kamar namun di ruang lain masih ada tempat?

Baarakallaahu fiik.

Jawaban 

Seorang anak perempuan yang sudah baligh dan bacaannya lebih bagus dari ibunya maka tidak masalah sama sekali mengimami ibunya dalam hadis yang diriwayatkan Muslim (673) dari Abu Mas’ud al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda


,يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ ، فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً ، فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِنا ، وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ ، وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ“


Yang menjadi imam [shalat] dalam sebuah jamaah adalah orang yang paling baik bacaan al-Qur’annya di antara mereka. Jika kemampuan mereka dalam bacaan al-Qur’an setara maka [yang menjadi imam adalah] orang yang paling menguasai Sunnah di antara mereka. Jika penguasaan mereka terhadap Sunnah juga setara maka [yang menjadi imam adalah] orang yang paling pertama hijrah di antara mereka. Jika waktu hijrah mereka juga semasa maka [yang menjadi imam adalah] orang yang paling tua di antara mereka. Janganlah seseorang menjadi imam atau duduk di atas permadani kebesaran rumah yang dikunjunginya kecuali dengan izin tuan rumah.”

Seorang wanita kalau menjadi imam bagi beberapa wanita dalam satu baris maka wanita yang jadi imam itu berada di bagian tengah dan tidak di depan mereka. Ulama' yang duduk di Komisi tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya:

 Jika beberapa orang perempuan berkumpul dan saya hafal beberapa ayat Al-Qur'an, bolehkah saya mengimami mereka? Saya pernah membaca bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam.


Mereka menjawab: Perempuan boleh melaksanakan salat berjemaah dengan imam perempuan, tetapi tanpa azan dan ikamah karena azan dan ikamah khusus bagi laki-laki. Imam perempuan berdiri di tengah-tengah saf pertama, bukan di depan (tidak seperti cara laki-laki berjemaah).

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Bakar Abu Zaid Anggota 

Shalih al-Fawzan Anggota 

Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Wakil Ketua 

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua  

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah  6/262 Pertanyaan keempat dari fatwa nomor 19136

Apabila penanya hanya berdua dengan putrinya melaksanakan shalat berjamaah, dan putrinya menjadi imam maka si ibu berada di sebelah kanan imam. Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu ta'ala menerangkan:

لا بأس أن تصلي بأمها أو ببناتها جماعة حتى يتعلمن ويستفدن، كل هذا طيب، إن كانت واحدة تكون عن يمينها

Seseorang boleh menjadi imam shalat jamaah untuk ibunya atau makmumnya adalah putri-putrinya sehingga mereka belajar dan mengambil faedah, ini semua baik. Kalau seandainya makmumnya  hanya satu maka ia berdiri disamping kanan imam. https://binbaz.org.sa/fatwas/13078/حكم-صلاة-المراة-بامها-وفي-اي-الركعات-ترفع-صوتها

Wallahu ta'ala a'lam

Menelan Sisa Air Wudhu Saat Shalat


6/27/2022 15:39:29

بسم الله الرحمن الرحيم 

Semoga Allah menganugerahkan surga Firdaus untuk ustadz.


Pertanyaan ana, apa hukum seorang menelan sisa air wudu kumur-kumurnya tadi ketika salat ustadz?


Baarakallaahu fiik

Jawaban

Apabila maksud penanya adalah sisa air wudhu yang memang sudah tidak bisa dikeluarkan setelah wudhu karena kuantitasnya yang sedikit maka ini tidak membatalkan shalat. Sebagaimana seseorang yang shalat tidak batal shalatnya saat menelan ludah yang memang susah dikeluarkan karena kuantitasnya yang sedikit dan terus muncul.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum sisa makanan diantara gigi dalam shalat?Maka beliau menjawab, “Terkait sisa makan di gigi, tidak mengapa tetap berasa di antara gigi meskipun seseorang menunaikan shalat. Akan tetapi kalau lepas darinya, jangan ditelan. Terkadang masih ada di antara gigi kemudian setelah beberapa waktu keluar di antara gigi atau terkadang lidahnya menggerakkan dan keluar. Kita katakan, “Ini tidak mengapa akan tetapi jangan ditelan.”


Al-Bahuti rahimahullah mengatakan, “Tidak mengapa menelan sisa makanan yang ada dalam mulutnya tanpa dikunyah atau sisa di antara giginya dari makanan tanpa dikunyah apa yang ada padanya dengan ludahnya dan itu sedikit. Karena hal itu tidak dinamakan makan. Adapun makanan yang tidak masuk bersama ludah bahkan berjalan sendiri dan ia mempunyai bentuk, maka shalatnya batal dengan menelannya.” (Kasyaful Qana’, 1/339).


Terdapat dalam Al-Mausuah Fiqhiyah, 27/124, “Para ulama fikih bersepakat batalnya shalat dengan makan dan minum secara global. Mereka mengecualikan hal itu dengan makanan yang terdapat di antara giginya dan lebih kecil dari biji, maka hal itu tidak membatalkan shalat jika ditelan. Mereka dengan jelas mengatakan rusaknya shalat dengan mengunyah kalau banyak.” 

Sesuatu Yang Menghalangi Sampainya Air Wudhu Ke Kulit

Assalamu'alaikum ustadz, bila seorang menemukan penghalang wudhu setelah beberapa saat dia sholat, tetapi dia tidak tahu sama sekali kapan benda itu ada, wajibkah dia mengulang sholat nya? 


jawaban

Apabila penanya tidak ingat sama sekali kapan penghalang itu muncul maka kaidahnya adalah kejadian itu diperkirakan ke waktu yang paling dekat. al-Haththab al-Maliki berkata dalam kitab al-Mawahib al-Jalil terkait orang yang mendapati penghalang atau semisalnya setelah dia berwudhu


 ... وإذا وجد بعد الوضوء وأمكن أن يكون طرأ بعد الوضوء فإنه يحمل على أنه طرأ بعد الوضوء... اهـ.


Apabila seseorang mendapati sesuatu setelah wudhu dan sesuatu itu mungkin mengenai dia setelah wudhu maka itu diperkirakan mengenainya setelah wudhu

Dengan demikian, apabila penanya tidak tahu sama sekali kapan terkena penghalang tersebut maka penghalang di kulit penanya itu diperkirakan mengenai penanya saat penanya sudah berwudhu sehingga dengan begitu penanya tidak perlu mengulangi shalat. Ini dengan catatan bahwa muncul keraguan di satu shalat saja. Wallahu ta'ala a'lam

Puasa Daud dan Puasa Arafah

6/28/2022 13:46:00

bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. semoga Allah memberkahi para Asatidz di Salamdakwah. afwan ustadz ijin bertanya ustadz, jika seseorang mengamalkan sunnah Puasa Daud, apakah masih boleh mengamalkan puasa sunnah lainnya, semisal puasa 9 hari Dzulhijjah atau syawal? kalau dibolehkan, bagaimana prakteknya? jazakumullahu khairan.

Jawaban:

Waalaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuhu

Yang dhohir bentuk penambahan untuk puasa daud ada dua jenis:

Jenis pertama: penambahan yang secara permanen mengubah bentuk puasa daud; Termasuk dalam jenis penambahan ini adalah: puasa pada hari Senin dan Kamis, dan puasa Ayyamul Bidh.Apabila uasa Dawud sudah dilaksanakan maka tidak perlu melaksanakan puasa tambahan seperti ini.

Jenis kedua: tambahan yang tidak mengubah bentuk puasa Daud secara umum, seperti puasa di hari-hari yang jarang dalam setahun seperti puasa Arafah dan pusa Asyura.


Syaikh Khudoir menerangkan


- وهو أفضل الصيام كما جاء في الحديث الصحيح: «صيام داود يصوم يومًا ويُفطر يومًا» [البخاري: 1131]، ...لكن إذا وافق يوم الصوم ما يَحرم صومُه فإنه لا يجوز أن يصوم، ، ويستحب له أن يصوم ما جاء الحث عليه في شرعنا كصوم يوم عرفة ويوم عاشوراء، ولا ينتقض ما اعتمده وقصده من صيام داود؛ لأن الحكم للغالب،



Puasa Daud adalah puasa paling afdhal sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih: "Puasa Daud adalah puasa satu hari dan berbuka satu hari" [Bukhari: 1131]...

Tetapi jika hari puasa Daud bertepatan dengan hari yang diharamkan  untuk berpuasa, maka tidak boleh baginya berpuasa,.. 

Dia dianjurkan untuk berpuasa di hari yang dianjurkan berpuasa di syariat kita seperti puasa Arafah dan puasa Asyura' dan ini tidak bertentangan maksud dia untuk berpuasa Daud karena yang dihukumi adalah untuk yang mayoritas hari...

https://shkhudheir.com/fatawa/2048150465

Wallahu ta'ala a'lam


Mengambil Harta Non Muslim Tanpa Izin Secara Online


Pertanyaan

Bismillah assalamualaikum ustad, ana dulu seorang yg jahil , dan skrg alhamdulillah ana mendapatkan hidayah sunnah dari allah.

Yg mau ana tanyakan, ana dulu pernah mencuri harta orang kafir melalui online, dan ana sdh bertaubat, dan yg ana bingung bagaimana cara mengembalikan harta yg ana curi sewaktu ana melakukan dosa itu, mohon nasihatnya ustad.

Jawaban:

Harta non Muslim yang bukan harbi memiliki kehormatan dan tidak boleh diambil kecuali dengan izinnya.  Dalam salah satu hadis shahih ada cerita tentang harta orang kafir yang diambil dengan cara khianat yang tidak diterima oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, berikut ini sebagian riwayatanya:

 عن المغيرة بن شعبة أنه كان قد صحب قوماً في الجاهلية ، فقتلهم وأخذ أموالهم ، ثم جاء فأسلم ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : ” أما الإسلام أقبلُ ، وأما المال فلستُ منه في شيء ” ، ورواية أبي داود : ” أما الإسلام فقد قبلنا ، وأما المال فإنه مال غدرٍ لا حاجة لنا فيه 

Dari Mughira bin Syu’bah dia menyampaikan bahwa sesungguhnya ketika masa jahiliyyah ia berteman dengan suatu kaum dan suatu waktu ia membunuh mereka dan mengambil harta mereka. Kemudian ia datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menyatakan ke-Islamannya. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan adapun keislamannya maka kami terima, sementara hartanya kami tidak memiliki urusan apapun dengan itu. 

Diriwayatkan oleh Abi Daud dengan bunyi bahwa Rasulullah bersabda: Adapun keIslamannya maka kami terima, namun harta yang dibawanya maka itu adalah harta yang bukan amanah dan kami tidak ada urusan dengan harta itu. (HR Bukhari no. 2583;Abu Daud no.2765)


Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya:

Ayah saya bekerja di sebuah perusahaan selama lebih kurang tiga puluh tahun, dan sekarang beliau sudah pensiun. Di perusahaan tersebut, ayah saya bekerja di bagian pertukangan dan pernah mengambil sebagian perkakas milik perusahaan tanpa sepengetahuan mereka. Barang-barang seperti palu, gergaji, bermacam jenis paku, dan banyak lagi yang lainnya, masih tersimpan di rumah kami sampai sekarang. Ayah saya menganggap bahwa tindakannya mengambil semua barang itu adalah halal karena mayoritas pekerja yang terkait dengan tempat itu beragama Yahudi yang terikat kontrak dengan perusahaan. Ayah saya yakin sekali bahwa hal itu tidak masalah. Syekh yang terhormat, mohon beri kami penjelasan segera tentang pertanyaan ini agar saya bisa meyakinkannya. Semoga Allah memberi Anda pahala.


Jawaban: 

Ayah Anda wajib mengembalikan semua alat pertukangan itu ke perusahaan, kecuali jika dia sudah mendapat izin. Pengembalian itu wajib dilakukan sekalipun mereka orang-orang kafir. Sebab, mereka telah meminta perlindungan di negara Islam, sehingga harta mereka pun menjadi terlindungi dengan kontrak keamanan tersebut. Harta mereka tidak boleh diambil dengan cara yang tidak benar.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa


Bakar Abu Zaid Anggota 

Shalih al-Fawzan Anggota 

Abdullah bin Ghadyan Anggota 

Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Anggota 

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua 

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah  12/37 pertanyaan pertama dari fatwa 17681


Oleh karena itu penanya wajib untuk mengembalikan uang-uang tersebut ke yang didholimi. Kalau memang pengembalian barang tersebut dikhawatirkan menimbulkan masalah besar maka bisa mengembalikan dengan cara yang sifatnya anonim. Syaikh Utsaimin rahimahullahu ta'ala pernah menerangkan:


فإذا سرقتَ من شخصٍ أو من جهة ما سرقة : فإن الواجب عليك أن تتصل بمن سرقت منه وتبلغه وتقول إن عندي لكم كذا وكذا ، ثم يصل الاصطلاح بينكما على ما تصطلحان عليه ، لكن قد يرى الإنسان أن هذا الأمر شاق عليه وأنه لا يمكن أن يذهب – مثلاً – إلى شخص ويقول أنا سرقت منك كذا وكذا وأخذت منك كذا وكذا ، ففي هذه الحال يمكن أن توصل إليه هذه الدراهم – مثلاً – من طريق آخر غير مباشر مثل أن يعطيها رفيقاً لهذا الشخص وصديقاً له ، ويقول له هذه لفلان ويحكي قصته ويقول أنا الآن تبت إلى الله – عز وجل – فأرجو أن توصلها إليه"


Jika Anda mencuri dari seseorang atau dari satu pihak, maka yang harus Anda lakukan adalah menghubungi orang yang hartanya Anda curi kemudian memberitahunya seraya mengatakan bahwa barang begini dan begitu milik anda ada pada saya, maka perjanjian damai antara Anda dengannya didasari atas kesepakatan bersama. tetapi seseorang mungkin berpandangan bahwa seperti ini sulit dilakukan dan dia tidak bisa pergi - Misalnya - kepada seseorang dan dia berkata: Saya mengambil barang ini dan itu dari Anda atau mengatakan saya mencuri barang ini dan itu dari Anda.  

Dalam keadaan demikian, maka usahakan dirham ini - misalnya-  bisa dikirim kepada dia melalui cara tidak langsung lainnya, seperti dia memberikannya kepada orang yang menyertainya atau ke temannya, seraya berkata kepadanya: Ini untuk si fulan. disertai cerita tentang kisahnya kemudian mengatakan saya sekarang  bertobat kepada Allah - azza wa jalla -. Saya berharap Anda akan menyampaikan barang ini kepada dia (pemilik). Fatawa Islamiah 4/162

Apabila memang pemilik dan ahli warisnya tidak bisa ditemukan meski penanya sudah berusaha maksimal maka penanya bisa bersedekah atas nama orang kafir itu.  Ulama' yang duduk di Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya:



رجل تعامل مع أحد النصارى وبقي للنصراني بعد المعاملة بعض الدنانير عند الرجل ، واختفى هذا النصراني وبقيت الدنانير عند الرجل ، والمشكلة أنه لا يعرف أين يسكن هذا النصراني ولا أين هو ، فأفيدونا - حفظكم الله - ما يفعل الرجل بهذه الدنانير ؟



Seorang pria melakukan muamalah dengan orang kristen,  setelah transaksi, beberapa dinar masih tetap ada di tangan pria tersebut, orang kristen ini menghilang sedangkan dinar tersebut masih berada di pria itu,  masalahnya adalah dia tidak tahu di mana orang kristen ini tinggal atau di mana dia berada. Berikanlah kami ilmu - semoga Allah menjaga Anda sekalian- apa yang perlu dilakukan oleh laki-laki ini terkait dinar-dinar tersebut:

Mereka menjawab:


الواجب في مثل هذه الحال البحث عن صاحب الحق حتى يؤدي إليه حقه ، وبما أنك لا تعرف مكان عمله ولا إقامته : فإنك تتصدق بهذه الدنانير بالنية عن صاحبها ، فإن جاء إليك يوما يطلب حقه فأخبره بما عملت ، فإن أقره وإلا فادفع إليه حقه ويكون ثواب ما تصدقت به لك


Dalam dalam kasus ini yang harus dilakukan adalah mencari pemilik hak supaya bisa menyerahkan hak kepada pemiliknya. Karena anda tidak mengetahui di mana dia bekerja atau di mana tempat tinggalnya, maka anda mensedekahkan dinar ini atas nama pemiliknya. Jika suatu hari dia datang kepada Anda meminta haknya, katakan padanya apa yang Anda lakukan terkait dinar tersebut. Bila mau maka dia menyetujui perbuatan itu, dan bila dia tidak menyetujui tindakan anda maka anda bayarkan haknya ke dia, dengan begitu pahala sedekah tadi menjadi milik anda.

Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Syaikh Bakr Abu Zaid

Syaikh Abdullah bin Ghadyan

Syaikh Sholeh al-Fauzan

Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh

Syaikh Abdul Aziz bin Baz 

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 14/70-71


Wallahu ta'ala a'lam


Takbir Dzulhijjah

7/3/2022 22:27:17

bagaimana hukum islam mengumandangkan takbir di lingkungan mushola tanpa suara keras seperti toa yang dimulai tanggal 1 dzulhijjah sebelum hari raya idul adha tiba ?


Jawaban:

Memakai pengeras suara bukanlah syarat dalam pelaksanaan syariat takbir di tanggal satu sampai 13 Dzulhijjah. Oleh karena itu penanya boleh bertakbir sendiri dengan suara cukup keras di rumah, pasar, jalan dan tempat-tempat lain yang dibolehkan bertakbir di situ. Ini namanya takbir mutlak. Penanya juga boleh secara khusus bertakbir setiap selesai shalat dari habis shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah hingga sehabis shalat Ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Dan ini namanya takbir muqoyyad

Syaikh Ibnu Baz menerangkan:Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan orang yang mengikuti petunjuk beliau.


Takbir pada Idul Adha dianjurkan dikumandangkan sejak awal Dzulhijjah hingga akhir tanggal 13. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu,  supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan Surat al-Haj ayat 28. Maksudnya sepuluh hari. 


Dan firman Allah 'Azza wa Jalla,  dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang Surat al-Baqarah ayat 203. Yakni hari-hari tasyriq. 


Dan berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,  "Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari untuk menikmati makan dan minum, serta hari-hari untuk berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla." Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Sahihnya. 


Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Sahihnya dengan mengomentari hadis dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma,  "bahwa keduanya (Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu `anhuma) dulu keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama (Dzulhijjah) dan bertakbir. Maka kaum Muslimin pun bertakbir seperti takbir kedua sahabat tersebut." 


Umar bin al-Khaththab dan putranya Abdullah radhiyallahu 'anhuma bertakbir pada hari-hari Mina di dalam masjid dan di kemah dan mereka berdua mengeraskan suara hingga takbir terdengar di seantero Mina.


Dan diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sekelompok sahabat radhiyallahu 'anhum bahwa takbir setelah salat lima waktu dimulai sejak salat Subuh hari Arafah hingga Asar 13 Dzulhijjah. Perbuatan ini adalah untuk orang yang tidak menunaikan haji. Adapun orang yang menunaikan haji dalam kondisi berihram, mereka terus bertalbiah hingga melontar jamrah `aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah. Setelah itu mereka bertakbir. Takbir dimulai sejak awal melontar jamrah tersebut. Jika ia bertakbir di samping bertalbiah juga tidak apa-apa. Ini berdasarkan perkataan Anas radhiyallahu 'anhu,  "Dulu seorang bertalbiah pada hari Arafah, tidak ada yang mengingkarinya. Dan seorang bertakbir, tidak ada yang mengingkarinya." Akan tetapi yang lebih utama untuk orang yang sedang berihram adalah bertalbiah, dan untuk orang yang tidak menunaikan haji bertakbir di hari-hari tersebut.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa menurut pendapat yang sahih dari perkataan para ulama, takbir secara mutlak dan bersyarat terkumpul pada lima hari, yaitu hari Arafah, hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq. Adapun hari kedelapan dan hari sebelumnya sejak awal Dzulhijjah maka takbir saat itu bersifat mutlak bukan bersyarat. Ini berdasarkan ayat dan hadis-hadis yang telah disebutkan. Di dalam kitab al-Musnad, dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda,  "Tiada hari di mana amal saleh paling utama di sisi Allah dan paling dicintai-Nya melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah tahlil, takbir dan tahmid pada hari itu". Atau sebagaimana dikatakan oleh Nabi 'alaihi ash- shalatu wa as-salam. Majmu' Fatawa Ibnu Baz 13/18-19 



 

Hukum Haji

6/22/2022 15:12:46

Apa hukum haji

Jawaban

Haji dan Umroh itu wajib bagi orang yang mampu, bagi yang tidak mampu maka jangan meminta harta dari orang lain untuk tujuan itu. 

Ulama' yang duduk di Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya:

Saya ingin melaksanakan haji dan umrah, namun saya tidak mampu. Mohon petunjuk dan bantuannya jika memungkinkan.

Mereka menjawab : 

Jika Anda tidak mampu melaksanakan ibadah haji atau umrah, maka Allah memaklumi dan Anda tidak berdosa. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, (Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah).

Dalam firman-Nya tersebut Allah mengaitkan rukun haji dengan kemampuan. Oleh karena itu, orang yang belum mampu tidak diwajibkan haji atau umrah sampai dia memiliki kemampuan untuk menjalankannya. Anda tidak boleh meminta biaya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah kepada orang lain. Mintalah kepada Allah Ta'ala agar Dia memberikan rezeki yang cukup kepada Anda dan memudahkan jalan ke Baitul Haram. Apabila Allah memberikan rezeki yang cukup dan Anda mampu melaksanakan ibadah haji dan umrah, maka Anda wajib melaksanakan keduanya. Namun jika tidak, maka Anda tidak wajib melaksanakan keduanya. Dalam hal ini Anda dimaklumi.

Alhamdulillah. Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Bakar Abu Zaid Anggota 

Shalih al-Fawzan Anggota 

Abdullah bin Ghadyan Anggota 

Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Wakil Ketua 

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua 

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 10/29 Pertanyaan Pertama dari Fatwa Nomor:18452

Suami Disuruh Bosnya Untuk Menjemput Wanita Teman Kerjanya Secara Rutin 

Assalamualaikum wr.wb

saya izin sharing,,begini suami saya bekerja dari jam 4 sore smpai jam 11 malam di cafe,,bagian cheff,,kemudian dari atasannya menyuruh sebelum masuk kerja jemput karyawan perempuan karena dia ngekost,,dan pulangnya diantarkannya juga...mohon masukan dan arahan..jika menurut agama apakah itu baik atau masi toleransi ? 

kemudian apakah saya salah jika menyarankan suami berhenti kerja di tempat itu?

karena posisi itu suami saya sudah berumah tangga dan tman prempuannya masi single

dan antar jemput ini dilakukan setiap hari...

awalnya saya toleransi,,,cuma jadi kepikiran kedepannya,,takut jadi bahan omongan orang atau jadi fitnah

Jawaban:


وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Apa yang dilakukan oleh suami penanya dalam bentuk penjemputan dan pengantaran yang berdua saja dengan seorang wanita dalam mobil merupakan kesalahan dan perlu dihindari. 

Ulama' yang duduk di Komisi Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya: Selama hampir dua bulan saya telah mengantarkan seorang ibu ke sekolahnya dengan mobil pribadi saya dengan gaji yang sudah saya sepakati. Perlu diketahui bahwa suami wanita ini tidak bisa bangkit dari atas ranjangnya, dan selalu masuk rumah sakit. Dia juga tidak mempunyai anak-anak dewasa. Lalu saya mengatakan kepadanya: "Saya ingin Anda ditemani mahram." dia menjawab: "Saya tidak punya mahram." lalu saya mangatakan: " Saya tidak bisa mengantar Anda." Semoga Allah mengampuni saya selama beberapa waktu yang lalu itu. Saya ingin bertanya, apa yang harus saya perbuat berkenaan dengan (pekerjaan) beberapa waktu yang lalu itu, dan berkenaan dengan uang yang telah saya terima darinya, apakah saya harus mengembalikan uang tersebut kepadanya atau bagaimana? Tolong berilah penjelasan kepada kami, semoga Allah memberikan pemahaman kepada Anda sekalian.


Mereka menjawab: Haram hukumnya seorang perempuan naik mobil dengan orang yang bukan mahram, karena terdapat bahaya yang besar dan khalwat (berduaan). Perbuatan ini haram bagi Anda berdua. Anda berdua harus bertaubat dan minta ampun serta tidak mengulangnya kembali. Adapun gaji yang sudah Anda terima dari pekerjaan itu, tidak masalah Anda mengambilnya, karena Anda tidak tahu bahwa pekerjaan itu haram.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Bakar Abu Zaid Anggota 

Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Anggota 

Shalih al-Fawzan Anggota 

Abdullah bin Ghadyan Anggota 

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Ketua 

Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 17/65  Fatwa nomor 16768

Oleh karena itu penanya perlu mencegah suaminya melakukan kegiatan yang salah tersebut. Dan suami penanya perlu mengkomunikasikan hal ini dengan baik ke atasannya. Apabila tetap dipaksa maka suami penanya bisa mencari pekerjaan di tempat lain