Terkait kotoran di kuku. Untuk meminimalisir itu maka kita tidak boleh membiarkan kuku tidak dipotong lebih dari 40 hari. Anas radhiallahu’anhu berkata –dan beliau termasuk pembantu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam- :
“(Nabi) telah menentukan waktu bagi kami dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan agar tidak membiarkan lebih dari empat puluh malam.” HR. Imam Muslim di Shoheh (258), Imam Ahmad, (11823) dan Nasa’I (14).
Terkait kotoran di pecah-pecah kaki, Silahkan berusaha membersihkan kotoran tersebut dengan sikat bila memang itu tidak menyakiti kaki, atau kaki digosokkan di lantai kamar mandi sampai kotoran itu hilang sebelum wudhu dimulai.
Untuk jangka panjang, mungkin bisa memakai krim tertentu untuk mengurangi sedikit demi sedikit pecah-pecah pada kaki sampai pecah-pecah itu hilang. Atau lebh jelasnya bisa pergi ke dokter yang mengerti cara mengobati pecah-pecah tersebut.
Apabila sudah berusaha maksimal untuk menghilangkan kotoran di kuku atau kotoran di sela-sela kulit kaki yang pecah namun kotoran itu belum hilang maka mandi wajibnya sah biidznillah.
Imam Mawardi dalam kitab ‘Al-Inshof, (1/158) mengatakan,“
Kalau di bawah kuku ada sedikit kotoran yang menghalangi sampainya air ke bawahnya, maka bersucinya tidak sah, itu pendapat Ibnu Uqail. Ada uang mengatakan bahwa, “ sah" dan itulah yang benar.
Pengarang (Ibnu Qudamah) condong ke pendapat ini. Ini juga merupakan pilihan Syekh Taqiyudin (Ibnu Timiyah).
Ada yang mengatakan: "sah" bagi yang sulit terlepas darinya. Seperti tukang bangunan, pekerja kasar dari pertanian dan lainnya.
Syekh Taqiyudin memasukkan (dalam hukum ini) semua yang sedikit yang menghalangi air seperti darah, adonan dan semisalnya. Ini adalah pilihan beliau.” Selesai
Kalau kesulitan menghilangkan apa yang menempel di kulit, dan dalam jumlah banyak yang tidak bisa diberi udzur. Maka penanya dapat mengusap di atasnya seperti gibs.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “
Kalau disana ada penghalang yang menghalangi sampainya air ke kulit maka tidak bisa dikatakan bahwa dia telah membasuh anggota tubuh. Akan tetapi Syeikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Bahwa sesuatu yang kecil dimaklumi, apalagi bagi orang yang memang terkena ujian itu, hal ini sesuai dengan para pekerja yang mempergunakan cat, kebanyakan ada satu atau dua titik. Mungkin karena lupa atau tidak mendapatkan sesuatu untuk menghilangkannya langsung. Menurut pendapat Syeikhul Islam rahimahullah hal ini dimaafkan. Akan tetapi seyogyanya kita mengambil hadits (yaitu apa yang diriwayatkan oleh Muslim, (243) dari Umar bin Khottob,“Bahwa seseorang berwudu dan meninggalkan tempat sebesar kuku di kakinya, semantara Nabi sallallahu alaihi wa sallam melihatnya dan mengatakan, “Kembalilah dan perbaiki wudu anda, kemudian dia kembali (wudu) kemudian shalat.”
Bahwa hal itu tidak diberi udzur meskipun sedikit. Kalau dia memungkinkan untuk menghilangkan sebelum keluar waktu shalat, hendaknya dihilangkan. Kalau tidak (memungkinkan), cukup diusap sehingga seperti (hukum) gibs.” Selesai dari ‘Syarhul Kafi’. dinukil dengan disertai perubahan dari. Islamqa.info
Wallahu ta'ala a'lam