Apabila ayah dan ibu penanya ketika menikah tidak mengetahui bahwa itu diharamkan (sampai penanya dilahirkan) maka penanya tetap dinasabkan ke ayahnya. Apabila ayah dan ibu penanya ketika melakukan hubungan suami istri (yang menjadi sebab lahirnya penanya) mereka tahu bahwa pernikahan tersebut tidak sah maka penanya tidak dinasabkan ke ayahnya. Ibnu Taimiyyah pernah ditanya:
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- pernah ditanya:
“Bagi seseorang yang telah mentalak istrinya tiga kali (sekaligus), lalu diberi fatwa oleh seorang mufti bahwa hal itu tidak jatuh talak, kemudian suami tersebut mengikutinya dengan tetap berjima’ dengan istrinya setelah kejadian itu, dan sampai lahir seorang anak, sebagian orang mengatakan anak tersebut adalah anak zina ?
Beliau menjawab:
“Barang siapa yang mengatakan demikian maka merupakan bentuk kebodohan, menyesatkan dan menentang Alloh dan Rasul-Nya. Sungguh umat Islam telah bersepakat bahwa setiap akad nikah yang diyakini oleh seorang suami sebagai pernikahan sah, maka jika dia berjima’ dengan istrinya maka anak yang dihasilkan nantinya nasabnya tetap dinisbatkan kepadanya, keduanya pun saling mewarisi sesuai dengan kesepakatan kaum muslimin; meskipun pernikahan tersebut pada saat yang sama batil juga menurut pendapat kaum muslimin, baik suami tersebut sebagai kafir atau seorang muslim. Seorang Yahudi jika menikahi anak perempuan dari saudaranya, maka nasab anaknya tetap dinisbatkan kepadanya, mewarisinya sesuai dengan kesepakatan umat Islam, meskipun pernikahan tersebut batil sesuai dengan kesepakatan umat Islam juga…”. (Fatwa lengkapnya bisa dibaca di: Majmu’ Fatawa: 34/13 dan seterusnya.
Wallahu ta'ala a'lam