Apabila KUA setempat telah melihat masalah ini secara menyeluruh dan menyampaikan bahwa telah jatuh talak tiga maka kami condong kepada pendapat mereka. Kecondongan kami bertambah kuat apabila melihat secara utuh kisah yang disampaikan oleh penanya.
Apa yang diyakini oleh penanya memang benar yakni bahwa tidak semua kemarahan bisa menjadi argumen untuk menggugurkan konsekwensi talak
Ulama' yang duduk di Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi pernah ditanya," Terjadi perdebatan antara saya dengan istri hingga dia mengatakan sesuatu yang menyakiti perasaan saya hingga membuat saya marah. Dalam kondisi seperti itu, saya mengucapkan perkataan, "Kamu tertutup". Kami telah memiliki empat orang anak. Apakah perkataan saya tersebut adalah dianggap sebagai pemisah antara saya dengannya? Perlu diketahui bahwa saya meralat pernyataan saya dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Mereka menjawab:"Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan dan kemarahan yang menyebabkan Anda mengatakan, "Kamu tertutup" disebabkan ketidaksadaran dan Anda memiliki bukti atas hal itu maka ucapan, "Kamu tertutup" tidak menyebabkan perceraian. Namun apabila Anda dalam keadaan sadar dengan apa yang anda katakan, maka ucapan "Kamu tertutup" adalah kiasan dari talak dan dengan begitu telah terjadi perceraian karena adanya petunjuk keterangan yang menunjukkan bahwa maksud anda adalah untuk bercerai yaitu terjadinya perdebatan antara Anda dengan istri hingga menimbulkan kemarahan.
Apabila ini bukan talak tiga - sebagaimana yang Anda sebutkan- dan seketika itu Anda merujuknya ketika mengucap talak, maka rujuk Anda sah dan istri Anda tetap berada dalam lindungan Anda hingga jatuh talak ketiga. Namun apabila ini adalah talak terakhir -talak ketiga- maka rujuk Anda tidak sah kecuali setelah dia dinikahi oleh orang lain. Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa
Abdullah bin Ghadyan selaku Anggota
Abdurrazzaq Afifi selaku Wakil Ketua
Ibrahim bin Muhammad Ali asy Syaikh selaku Ketua
Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 20/49-50 Fatwa Nomor 1081
Apa yang disampaikan oleh suami penanya yang menyebutkan bahwa talak dalam keadaan nifas tidaklah sah adalah salah satu pendapat. Disebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 20/58, "Talak bid'I ada beberapa macam; Di antaranya seorang suami mentalak isterinya dalam keadaan haidh atau nifas atau dalam keadaan suci yang sudah digauli. Pendapat yang shahih dalam masalah ini adalah bahwa talak seperti itu tidak jatuh."
Di sisi lain Jumhur Ulama' berpandangan bahwa talak bid'i adalah talak yang sah dan terhitung serta menimbulkan konsekwensi hukum. Meskipun jika kami menganggap bahwa talak dalam keadaan nifas tdaklah dihitung namun kami tetap condong bahwa telah terjadi talak tiga, ini berdasar keterangan dari KUA yang dikunjungi oleh penanya serta seringnya suami mengucap talak kepada penanya. Dengan demikian bila laki-laki itu ingin rujuk maka penanya harus menikah lagi dengan pernikahan sungguhan dan telah terjadi hubungan suami istri dengan suami kedua dari penanya, kemudian suami kedua ini menceraikan penanya. Bila itu sudah terjadi maka boleh rujuk lagi dengan pernikahan yang baru.
Wallahu ta'ala a'lam