وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Tidak diragukan lagi bahwa kesabaran akan bertambah seiring dengan bertambahnya keimanan seseorang kepada Allah ta'ala dan kepada qadha' serta qadar-Nya, sehingga mustahil kesabaran karena Allah ta'ala bisa ada dan meningkat tanpa keberadaan iman dan peningkatan iman kepada-Nya. Kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah berusaha menjaga iman dan meningkatkannya dalam keadaan apapun.
Setiap kita perlu meyakini bahwa apa yang menimpa kita tidak lepas dari takdir Allah ta'ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. HR. Ahmad 35/465 Abu Daud 4699 dan yang lainnya. Dishahihkan oleh al-Albani
Apabila ini sudah diyakini oleh seorang hamba maka biidznillah dia akan memiliki ketahanan dan kesabaran dalam menghadapi ujian, musibah dan cobaaan.
Perlu kita fahami bahwa sesuatu yang menimpa kita dalam bentuk yang tidak mengenakkan dalam pandangan kita belum tentu dikarenakan dosa, bisa jadi itu merupakan cobaan dari Allah ta'ala untuk hamba. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridla maka baginya keridlaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah." HR. Tirmidzi no. 2396 dan Ibnu Majah no. 4031. Dihasankan oleh Al-Albani.
Bisa jadi juga apa yang menimpa kita merupakan efek dosa yang tidak kita sadari. berikut ini keterangan syaikh Ibnu Baz berkenaan dengan status yang menimpa kita.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz pernah ditanya," Apabila seseorang ditimpa suatu penyakit atau bencana buruk pada diri atau hartanya, bagaimana cara mengetahui bahwa bencana yang datang itu sebagai ujian atau kemurkaan Allah?"
Beliau menjawab," Allah 'Azza wa Jalla menguji para hamba-Nya dengan kesenangan dan kesusahan dan dengan kesulitan dan kelapangan. Terkadang Allah menguji mereka untuk menaikkan derajat mereka dan mengangkat kedudukan diri mereka serta melipatgandakan pahala amal kebaikan yang mereka lakukan. Hal itu juga Allah berlakukan pada para nabi dan para rasul 'Alaihimush Shalatu was Salam dan para hamba-Nya yang saleh. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
"Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi kemudian orang-orang pilihan setelah mereka."
Terkadang Allah menurunkan musibah karena maksiat dan dosa sehingga musibah yang datang adalah azab yang disegerakan. Allah Subhanahu berfirman (asy-Syuro:30),
Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).
Kebanyakan manusia itu lalai dan enggan melakukan kewajiban sehingga musibah yang menimpanya adalah karena dosa dan kelalaiannya dalam menjalankan perintah Allah. Apabila seorang hamba saleh ditimpa cobaan penyakit atau sejenisnya, maka cobaan ini sama dengan ujian yang pernah menimpa para Nabi dan para Rasul untuk mengangkat derajat dan melipatgandakan pahala serta menjadi contoh teladan bagi orang lain dalam kesabaran dan keikhlasan di dalam menerima cobaan. Kesimpulannya adalah bahwa suatu musibah bisa jadi untuk mengangkat derajat dan melipagandakan pahala sebagaimana ujian yang pernah ditimpakan Allah kepada para Nabi dan orang-orang saleh dan bisa jadi ujian itu untuk menghapus amal-amal buruk sebagaimana firman Allah Ta'ala (an-Nisa':123),
Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu
Dan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,"
Tidak ada kegelisahan, kegundahan, keletihan, sakit, kesedihan atau gangguan yang dirasakan seorang Muslim, bahkan duri yang melukainya, kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya karena hal-hal tersebut."
Serta sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,"
Barangsiapa diinginkan Allah mendapat kebaikan, maka Dia akan menurunkan musibah."
Ujian juga bisa jadi sebagai azab yang disegerakan oleh Allah karena maksiat dan pelakunya tidak mau segera bertobat sebagaimana hadis dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bahwasanya ia bersada, "
Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menginginkan keburukan pada hamba-Nya, maka Dia tidak langsung menghukumnya karena dosanya hingga kelak Dia menghukumnya pada hari kiamat." Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi yang menyatakannya sebagai hadis hasan.
https://www.binbaz.org.sa/fatawa/115#ftn2
Berdasarkan keterangan umum dari syaikh Masyhur bin Hasan hafidhohullahu ta'ala terkait musibah yang datag sebagai hukuman, Yang perlu anda laksanakan sekarang adalah
- bertaubat
- beristighfar
- bersabar
- ridho,
- berusaha menambah ketakwaan
- meminta tolong kepada Allah ta'ala
- memperbaiki jalan hidup
- berusaha untuk istiqomah di jalan Allah ta'ala
- berusaha menyesuaikan diri dengan sunnatullah.
Solusi yang bisa kami usulkan adalah, mungkin anda dan suami mengontrak rumah yang biayanya sesuai dengan kemampuan dan rumah yang dekat dengan orang tua. Dengan begini diharapkan anda tetap nyaman dengan kemandirian berumah tangga hanya bersama suami dan di sisi lain suami anda bisa dengan mudah ke rumah orang tuanya bila dibutuhkan