Kalau kami boleh memberi masukan maka kami sarankan penanya tidak menjudge dirinya adalah orang yang sudah mencapai ikhlas karena dikhawatirkan itu tanda dia belum ikhlas. Salah seorang ulama' ahli qiraat yang kunyahnya Abu Ya'qub as-Susi menerangkan
Ikhlas adalah seseorang tidak bisa melihat adanya keikhlasan dalam diri. Siapa yang menyaksikan adanya keikhlasan dalam diri maka ikhlasnya butuh untuk diikhlaskan lagi
Salah seorang Ulama' yang bernama Al-Izz bin Abdussalam menerangkan:
Ikhlas itu seorang mukallaf melaksanakan ketaatan murni karena Allah ta'ala. Dengan amalan itu Dia tidak menginginkan pengagungan dan penghormatan orang-orang, dia juga tidak menginginkan manfaat keagamaan dan tidak menginginkan terhindarnya mudhorot duniawi
Disamping menjaga hati. Istri itu perlu melihat sisi positif dari suaminya sehingga itu akan bisa menutupi sis buruk suami di pandangan istri. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Hendaklah seorang mu’min laki-laki (suami) tidak mencela mu’min wanita (istri), jika dia membenci salah satu prilakunya, masih ada prilaku lainnya yang dia ridhai.” (HR. Muslim).
Syaikh as-Sa'di rahimahullah menerangkan dua faedah dari hadits di atas:
Pelajaran pertama adalah: Petunjuk bagaimana bergaul dengan istri, sanak saudara, kawan, karib dan lingkungan pergaulan serta semua orang yang antara anda dan dia memiliki hubungan dan komunikasi. Anda harus menyadari bahwa pada diri tiap-tiap orang pasti terdapat cela, kekurangan dan sesuatu yang tidak disenangi. Maka jika hal tersebut anda dapatkan, bandingkanlah antara hal itu dengan adanya faktor-faktor yang mendukung anda untuk tetap menjaga komunikasi dan saling mencintai, yaitu dengan mengingat kebaikan-kebaikan dan niat-niat kebaikannya, baik yang bersifat khusus maupun umum. Dengan melupakan keburukannya dan mengingat kebaikannya, maka persahabatan dan komunikasi akan tetap terjaga dan ketenanganpun akan tercipta.
Pelajaran kedua adalah: Hilangnya perasaan gundah dan resah, tetapnya kesucian hati serta kesinambungan dalam menunaikan hak-hak orang lain, baik yang wajib maupun yang sunnah serta terciptanya keharmonisan di antara kedua belah pihak.
Siapa yang tidak dapat mengambil pelajaran atas apa yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan melakukan sebaliknya dengan selalu melihat keburukan seorang serta melupakan kebaikan-kebaikannya, niscaya dia akan gelisah, hubungan antara dirinya dan orang yang dicintainya pasti mengalami kekeruhan dan mengabaikan banyak hak yang harus dijaga kedua belah pihak.
Banyak orang yang memiliki kekuatan mental yang tinggi mampu menahan diri saat menghadapi cobaan dan goncangan dengan kesabaran dan ketenangan. Akan tetapi dalam hal-hal yang sepele dan ringan mereka sangat gundah dan tidak tenang. Penyebabnya adalah mereka menjaga diri mereka pada hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal sepele sehingga merusak kondisi mereka dan ketenangan mereka.
Orang yang bermental kuat adalah mereka yang mampu mengatasi masalah besar maupun kecil seraya memohon pertolongan kepada Allah dan berdoa kepada-Nya agar nasibnya tidak diserahkan kepada dirinya walau sekejap mata, maka dengan demikian akan mudah baginya perkara-perkara kecil sebagaimana ringan baginya perkara-perkara besar, sehingga jiwanya tenang dan hatinya lapang. Al-Wasail al-Mufidah li al-Hayati as-Saidah.
Perlu difahami juga bahwa cinta dalam rumah tangga bukanlah syarat sahnya nikah. Sehingga seorang pasangan diharapkan tidak buru-buru menuju perceraian karena tidak adanya cinta. Silahkan melihat jawaban sebelumnya terkait ini di link berikut: http://www.salamdakwah.com/pertanyaan/4022-mengatakan-tidak-lagi-mencintai-suamipernikahan-tanpa-cinta
Wallahu ta'ala a'lam