وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Setelah seorang laki-laki mencukupi kebutuhan dirinya sendiri ia seharusnya berinfaq atas Istri, anak-anak dan orang tuanya serta orang-orang yang berada di bawah tanggungannya. Ia juga seharusnya mencukupi kebutuhan mereka, namun apabila pendapatan yang ia perolah sedikit dan tidak mencukupi semua orang yang berada di bawah tanggungannya maka yang diutamakan adalah istri, kemudian anak, kemudian orang tua dan seterusnya, ini berdasarkan hadits:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا» يَقُولُ: فَبَيْنَ يَدَيْكَ وَعَنْ يَمِينِكَ وَعَنْ شِمَالِكَ
"Manfaatkanlah uang ini untuk dirimu sendiri, bila ada sisanya maka untuk keluargamu, jika masih tersisa, maka untuk kerabatmu, dan jika masih tersisa, maka untuk orang-orang disekitarmu. HR. Muslim no.997
Ahlika pada hadits di atas bisa bermakna istri atau anak-anak dan kerabat, karena kerabat disebutkan setelahnya maka kerabat keluar dari makna ahlun yang disebutkan setelah berinfaq atas diri sendiri.
Setelah membawakan hadits di atas, imam Asy-Syaukani berkomentar: Apabila seseorang setelah berinfaq atas dirinya sendiri masih memiliki kelebihan maka ia wajib menginfaqkannya ke istrinya. Termasuk Ijma' ulama': Kewajiban seseorang untuk berinfaq atas istri, kemudian apabila masih berlebih maka ia menginfaqkannya ke kerabatnya. Asy-Syaukani, Nail Al-Awthor, Dar Al-Hadist, Mesir, 1413 H, Juz 6, hal.381
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم